Aku menyayangimu,
Selayaknya kamu, menyayangiku
Akan ku buat sama
Agar tidak terberati salah satunya
Semua hal sudah dimengerti
Mungkin hanya impian impian kecil ini yang masih tertinggal
Ada dongeng dongengku yang bisa kau visualkan
Ada senandungku yang belum genap nada nadanya
Impian kecil, langkah yang sedang kita jalani sendiri sendiri
Suatu hari, kita pasti akan bertemu di titik itu.
Titik dimana aku dan kamu berada di hari penuh senyuman menyejukkan, ku dan mu
Dimana kita bisa melepas lelah sejenak setelah berjalan cukup jauh meninggi
Sejengkal dari bulan, selangkah dari bintang
Aku percaya titik itu ada, hari itu akan datang.
Aku percaya, aku meyakini, aku mengusahakan, aku mendoakan
Dan kamu, tentu saja :)
Kamis, 29 Agustus 2013
Titik Bertemu
Minggu, 25 Agustus 2013
Segulung Kertas Untuk Ksatria
Sat,
Dulu kamu pernah sering menceritaiku tentang dongeng Raja Dreamylusia
Raja dengan sejuta mimpi mimpi untuk membuat rakyatnya
bahagia
Dia berani melawan batas-batas nya dan segala aturan sebelum
menjadi raja
Hanya untuk melihat rakyatnya tersenyum kepadanya saat
sedang menyamar menjadi rakyat jelata
Saat itu Kau ingin Aku percaya, bahwa impian kecil bisa
menjadi begitu hebat
Seperti mimpi kecil Raja Dreamylusia untuk melihat senyum
rakyatnya
Kau ingin Aku untuk tetap menjaga impian kecilku, impianku
saat masih kecil
Menjaga mimpi itu selayaknya anak kecil yang tak akan
membiarkan genggaman mimpinya terlepas
Sat,
Terimakasih telah mendongengiku kala itu
Mengingatkanku agar selalu punya impian impian kecil
Yang nantinya ku kumpulkan menjadi satu dalam kotak impian
disamping tempat tidurku
Aku tunggu dongengmu selanjutnya ya Sat,
"Sat, cerita Raja Dreamylusia belum selesai kau bacakan kan? Lain kali antarkan sebelum tidurku ya Sat :)"
Segulung kertas untukmu ini, simpan ya :)
Sabtu, 24 Agustus 2013
Twomind
-- sedang dalam perbaikan hati, fikiran, mindset dan mimpi mimpi.
Ramadhani, 19 tahun, yang hampir mati dalam mimpinya semalam.
masih mencari jati diri
-- akan segera kembali hadir dengan hal yang mengejutkan, menyenyumkan, dan tanpa kau duga.
Ramadhani, 19 tahun, yang selamat dari jurang 'rasa tak percaya'
semua bisa berubah, pemberontak.
Minggu, 18 Agustus 2013
Minggu, 11 Agustus 2013
Yang Mengiringi(mu)
Aku selalu ingin bisa menggenggam tanganmu
Didalam keadaan yang tak mungkin sekalipun
Diantara udara paling menyesakkan
Dan ketika musim kemarau sedang menggersangkan segala rasa
Melangkah dengan suara hentakan kaki yang bersahutan,
Tidak senada namun dalam irama yang terjaga
Bila Kamu riuh, Aku adalah redam
Bila Kamu dingin, Aku adalah peluk
Bila Kamu api, Aku adalah kayu bakarnya
Bila Kamu hujan, Aku adalah payung terbalikmu
Aku sudah terlihat nyaman ditempatku kan?
Tetap bisa melihatmu meski tak bisa menggenggamu setiap waktu
Berjalan dijalan berbeda namun tetap kearah yang sama
Aku tidak akan menjadi sepertimu
Aku tidak akan menyamaimu
Kamu punya duniamu, begitupun aku.
Seperti galaksi, kita adalah dua dunia yang berputar putar
Berbeda, namun saling beriringan
Dan Aku, mengiringimu..
*ditulis saat bulan sabit tersenyum sempurna, di galaksi district 9
puisi bintang-bintang.
Sabtu, 10 Agustus 2013
This Way, My Way..
Cita-cita. Rasanya terlalu abstrak menjelaskan satu kata
majemuk itu hari ini. Iya, mungkin ini dimana aku sedang dalam fase pencarian
jati diri. Mencari apa yang sebenarnya aku inginkan di hidupku ini. Dan hari ini
pun aku masih berupaya menemukan itu. Iya, aku masih mencarinya.
Sewaktu kecil dulu, rasanya cukup mudah menjawab ini. “Apa
cita-citamu kelak?” tanya guruku kala itu. “Aku ingin menjadi guru, Bu.” Jawabku.
“Aku ingin menjadi polisi” jawab temanku. “Aku ingin menjadi dokter” jawab
temanku yang lain. Tapi entahlah, diusiaku sekarang ini, pertanyaan itu terasa
berada diawang awang, bisa karena aku yang terlalu banyak ingin menjadi apanya,
atau mungkin terlalu samar memikirkan yang masih mengawang samar di rongga
rongga fikiran tak terjangkauku.
Sebenarnya hari ini aku hanya ingin bercerita, bahwa hari
ini, aku sedang mencoba menikmati hari hariku. Menjadi pekerja kantoran yang
ritme kerjanya sama, monoton. Disisa waktu sehari ku yang lain, aku bebas
menulis, merangkai nada, mengekspresikan diriku lewat lagu, tulisan, dongeng
kehidupan, dan seperti merasa aku punya dunia dinamis yang bisa menyeimbangkan
ke-monoton-an ku tadi. Pointnya, hidup itu harus disyukuri.
Sekarang aku sedang menikmati hari-hariku dengan imajinasi.
Teman-teman kerjaku sering mengataiku gila, karena aku terlalu ekspresif
meluapkan apa yang aku rasa. Aku seringkali tertangkap basah sedang tertawa
sendiri, atau kadang ‘seperti bersedih’ dihadapan mereka. Tidak apalah aku
dianggap gila. Mungkin mereka saja yang tidak tau, bahwa saat itu fikiranku
sedang berada ditempat lain. Di tempat dimana aku merasa nyaman seperti berada
dirumah. Iya, di imajinasi. Yang selalu membuatku semangat menyelesaikan
perkerjaanku agar waktu berputar cepat sehingga aku cepat pulang kerumah dan
menuangkannya di antara keyboard laptopku atau sekedar menekan asal tuts tuts
pianoku. Itu membosankan tapi selalu ingin ku ulangi. Bekerja delapan jam
sehari, menyisakan lima jam untuk tidur dan sebelas jam sisanya untuk menikmati
hidup. Iya, diluar semua anggapan orang tentang apa yang aku kerjakan,
setidaknya, aku masih bisa dibilang punya cukup banyak waktu untuk menikmati
hidup ini. Entah menghabiskannya untuk sekedar menonton video youtube atau
browsing hal hal ringan yang kurang diamati. Kemudian berkeliling menengok
sekitar, dan banyak hal yang bisa kuceritakan setelahnya. Aku tidak yakin orang
orang yang terlihat bahagia dengan pekerjaannya bisa menikmati benar benar
hidupnya. Bekerja lebih dari delapan jam, membawa pulang perkerjaannya kerumah,
tidur larut malam, terjebak macet jalanan, gaya hidup dengan penuh rasa’gengsi’,
dan tekanan tekanan lain atau bahkan tak punya waktu menyapa kucing kucing yang
biasanya bermain didepan rumah. Miris. Tapi ada yang begitu. Ini hidup, maka
syukurilah.
Aku juga tidak pernah membayangkan sebelumnya, sedikitpun
tidak pernah. Sekarang aku tersemangati dengan cerita-cerita yang ku dapat
tiba-tiba, atau yang ku dengar dari teman- temanku, atau yang ku lihat
langsung, atau yang sengaja dikirim temanku untuk diberi lagu. Iya, aku seperti
punya nafas baru. Semacam cita-cita terselubung diantara samar samar yang ku
ceritakan tadi. Ada semacam kata hati kecil yang meneriakiku bahwa aku bisa. “Aku
ingin jadi penulis lagu.” Entahlah apa itu sudah terdengar seperti cita-cita?
Atau yang lain, “Aku ingin menjadi pembuat soundtrack film berbakat.” Iya, kedua hal
itu, membuatku seakan dilahirkan kembali. Menjadi sesuatu yang sama sekali tak
pernah terfikirkan. Satu hal, hidup ini penuh kejutan bukan? Iya, kurasa ini
semacam kejutan Tuhan yang sepatutnya ku jaga dan ku pelihara. Iya, aku ingin
belajar. Aku akan belajar lebih keras untuk ini. Aku percaya, karena banyak
orang sekelilingku yang mampu membuatku percaya. Kalau mereka saja percaya,
kenapa aku sendiri tidak? Terimakasih ini untuk mereka, mereka menguatkanku :’)
Dan dari sekian pilihan, aku memilih soundtrack. Mungkin aku
adalah salah satu manusia terdrama abad ini. Kidding hehe. Banyak yang bilang
begitu, tapi tidak begitu juga,emm tidak selalu begitu tepatnya. Aku hanya
merasa, punya lagu yang bernyawa karena hidup lewat cerita. Iya, setiap lagu
ada ceritanya. Menurutku, lagu itu kata bernada. Menulis lagu sama halnya
dengan menulis cerita, bedanya, hanya ada nadanya saja. Iya, itu saja bedanya.
Itulah mengapa aku tertarik dengan soundtrack. "Menyuarakan cerita lewat lagu". Terimakasih untuk cerita dari
teman-teman yang menjadi nyawa cerita yang ku lagukan. Aku tau, aku masih harus
belajar keras untuk menghasilkan karya yang lainnya, dengan varian
yang beraneka rasa, ehehe kayak eskrim ya. Iya, eskrim. Aku ingin bisa buat
eskrim enak dan bergizi, yang rasanya bisa dikenang kenang, amin. Sekiranya
begitu. Aku akan belajar lagi, doakan aku ya :’)
This way, who I choose today..
I never know what will happen tomorrow, and day after,
I just try to always enjoying my life, my story, my little story in my life..
You did too, aren’t you?
:)
Sabtu, 03 Agustus 2013
Menggenggam Tatapan
Entah sejak kapan aku mempersalahkan sebuah tatapan. Tidak ada yang salah, mungkin aku yang bodoh. Dan yang paling bodoh adalah aku mengatai diriku sendiri bodoh. Cukup. Seperti rasa yang terasa kaku, atau mungkin tempat ini memang sudah beku. Ada suatu hal yang terasa tidak pada tempatnya. Tubuhku membatu, bahkan semua kata sapaan diujung mulutku pun tertahan dan enggan keluar mengucapkan dirinya. Memilih diam, menunggu sapaan yang harusnya ku dengar cepat.
Jarak itu sekarang artinya apa? Kurasa tidak ada. Jarak adalah sekat yang banyak orang bilang akan membuat seseorang kesulitan menggenggam, menggenggam tatapan. Namun dengan yang sedekat ini pun rasanya tidak ada bedanya dengan yang jauh. Sama. Bahkan terasa aneh jika dirasa berulang. Iya aneh, aneh sungguhan.
Lalu, bagaimana dengan dialog yang biasanya terasa ringan terucapterdengar? Aku hanya ingin terlihat natural. Dan canggungmu sangat terlihat, sangat terlihat tidak natural. Lalu siapa yang dulu mengajariku untuk tetap terlihat baik baik saja kemudian tersenyum dan tetap menyapamu biasa seperti tidak sedang terjadi sesuatu, kurasa kamu bukan pelupa sekarang.
Terasa lelah mengucapmendengar beberapa kerinduan. Yang kau lakukan membuatku cukup trauma. Trauma menemuimu, sedangkan setiap dialog aku tidak pernah ditatap matanya. Aku tidak menyalahkanmu. Tidak ada yang salah. Semuanya sudah bisa dimengerti dalam diam dan beku ini kan? Kita baik baik saja, dan kau menyetujuinya, kan? Bukan ingin melihatkan yang seperti banyak orang lain lakukan, dan kau menyetujuinya, kan? Dan setelah itu, aku didera semacam 'ke-percuma-an'. Iya, aku trauma, trauma sungguhan.
Aku tidak ingin merasakannya lagi, berada disuatu tempat lama namun terasa asing. Didekat orang yang sama, namun terasa dicanggungkan. Berdialog, bersama tatapan yang tak bisa ku genggam, meski hanya tatapannya saja. Aku tidak tau mengapa kau menghindarinya, aku tidak ingin merasakannya lagi, sungguh.
Aku, seorang gadis yang tak pernah ditatap matanya, dalam dialog yang membuatku kedingininan diantara kebekuannya, padahal dekat didalam pertemuan yang harusnya lama terasa. Aku hanyalah seorang gadis yang ingin menggenggam tatapan itu, meski tak istimewa tanpa makna, namun menggenggam. Tidak seperti sekarang, mencari celah agar mataku ditatap sempurna, oleh mata yang selalu ku anggap indah. -
*disebuah kerinduan yang dingin, lelah, dan bukan mimpi
Langganan:
Postingan (Atom)