Minggu, 09 Maret 2014

Mimpi Abu-Abu

Aku seperti berada pada sebuah fase kehidupan yang berwarna abu-abu. Dimana mimpi-mimpi yang kutulis sewaktu kecil dulu, sudah banyak ku amandemen. Tidak ‘pure’ lagi. Dan ketika aku hendak menulis mimpiku yang baru, aku hanya membatu. 

Apa mimpiku? Kenapa aku harus bermimpi? Kenapa impian harus ditulis?

Ketiga pertanyaan itu sangat mudah ku jawab dengan penjelasannya saat aku duduk dikelas enam sd dulu. Sedangkan sekarang, pertanyaan-pertanyaan itu membuat jawabanku bercabang-cabang. Terkadang sesuatu yang mengejutkan datang tanpa diharapkan kedatangannya, begitupun dengan kepergiaannya. Sebut saja mimpiku banyak. Aku ingin begini, aku ingin begitu, begitulah soundtrack film doraemon. Dan dari kesemuanya, aku tidak bisa memastikan manakah yang benar benar akan ku miliki lima tahun lagi. Impian-impian kecilku, atau impian besarku. Semua masih abu-abu untuk ku jawab dengan lantang.

Namun, tidak bisa menjawabnya lantang, bukan berarti tidak melakukan apapun. Gerilya ini jangan sampai habis. Jika belajar banyak hal itu menyenangkan, kenapa tidak melakukan semuanya? Multitasking itu diperbolehkan, kan? Ada seseorang yang pernah berkata padaku, “Kamu bisa semuanya. Kebisaanmu bahkan bisa mewakili kebisaan orang-orang di ruangan ini. Tapi sebenarnya kamu ingin jadi apa?”. Aku terdiam. Aku tidak punya satu jawaban, karena aku punya banyak jawaban dan penjelasannya untuk pertanyaan itu. “Aku ingin bisa banyak hal” jawabku sambil tersenyum. “Oke, maka selamanya kamu tidak akan pernah jadi apapun.” dia berkata dengan nada meninggi. Sedikit tersentak, namun aku tak gentar. Hidup ini penuh pilihan. Dan bukan sebuah kesalahan jika pilihan yang kita pilih berbeda. “Tidak ada pilihan yang salah” – Mr Nobody.

Seperti kebanyakan orang, aku juga salah seorang yang menulis impianku, didinding kamarku. Walaupun tidak se-frontal dulu, namun aku tetap menuliskannya. Berbeda dengan dulu, sekarang aku menulis impian yang lebih realistis yang jangkauannya bisa ku rengkuh. Mungkin salah satu penyebab banyak mimpi yang belum terwujud adalah karena mimpi itu terlalu fantasi atau mungkin jaraknya yang tak terengkuh, sedangkan upayanya biasa-biasa saja. Dan sekarang yang ku lakukan adalah memperpendek jarak rengkuhannya. Banyak yang menertawakanku, menatapku dengan pandangan yang seakan berkata, “Memangnya kamu bisa?” “Ah, paling cuma angan dan obrolan semu saja”. Terserah mau dibilang apa. Aku hanya berupaya memberikan kepercayaan kepada ‘diriku’, sebelum orang lain mempercayai ‘diriku’ juga nantinya. Masih ingin menangkap ‘utopia’ku, walau aku tau, selamanya dia tidak mungkin bisa ku tangkap.

"Bermimpi pada saat berada di fase abu-abu itu bukan percuma, namun bukankah bergerak menembus kabut itu lebih ringan daripada terbang dengan sayap yang rapuh?"

Make Your Move!


#SomethingToRemember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share yukk :))