6 Maret 2014 - Ciputra World, Surabaya Barat, sore menjelang
petang..
Tepat hari ini, film 99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
diputar serentak di seluruh bioskop Indonesia. Nunggu tiga bulan, dan akhirnya
tayang juga yang part 2 nya. Oh ya seperti biasa, patner nontonku adalah
sahabat tersayang, Wiwid, dan hari ini ditambah sama Mbak Sissy (kakak kelasku
pas smk dulu hehe). Kalau biasanya aku rajin nonton di royal kali ini aku
diajak buat nonton di ciputra world (ceilah, berasa naik kelas, ahahaha
bercanda) sebenernya sama aja kok sama XXI yang lainnya, tapi jujur aku akui
kalau sound disini lebih ‘mantep’. Ehehe. Film ini adalah film kedua dibulan
ini yang aku tonton, dua hari lalu aku nonton ‘Street Society’ film balapan
mobil bikinan sineas dalam negeri. Sengaja nggak aku tulis reviewnya, karena
aku nggak begitu paham sama film balapan gitu. Tapi kalau dari segi ceritanya,
lumayan lah film itu, ada bagian yang cukup bikin ‘shocking’ dan aku bisa ngena
juga. Namun selebihnya, jujur aku ngerasa film itu kayak iklan mobil
lambhorgini, McLaren dkk.. karena mungkin nggak ada adegan tabrak-tabrakan
mobil atau mobilnya kebakaran atau yang semacam itulah, jadi cuma balapan aja. <> back to 99 cahaya, let’s read my little review..eits mungkin
lebih tepatnya review ala dhani..ehehe bercanda :D
Di part yang kedua ini, cerita filmnya terasa mulai dalam.
Kalau yang di part 1 nya, kita lebih seperti diajak berwisata sejarah islam di
eropa, di part 2 ini lebih ke konflik dan penguatan karakter para tokohnya. Dan
nggak lupa, pesan moral yang ada di part 2 ini aku ngerasa lebih banyak. Sama
seperti di part 1, yang kedua ini nggak kalah bikin nangis. Nangis karena
terharu, karena sedih, karena ngerasa masih banyak kekurangan, campur aduk jadi
satu. Dan di part 2 ini akan terlihat betapa kuatnya masing-masing karakter di
film ini. Mulai dari Hanum dan Rangga, Khan, Stephan, Marjaa, bahkan Fatma dan
Aysee. Semua punya peran penting di film ini. Cukup terkesan dengan Ayah Khan,
yang ingin anaknya berjihad dengan pena dan ilmunya, bukan dengan bom dan
ranjau ranjau seperti di negerinya, Pakistan. Maka dari itu dia ingin anaknya
menuntut ilmu setinggi mungkin di negeri orang, dan sekembalinya nanti, bisa
memperbaiki negerinya. Juga suka dengan peran Stephan, seorang atheis yang
punya rasa ingin tau yang tinggi tentang islam. Khan yang cenderung fanatik,
dan memegang teguh prinsip keislamannya. Marjaa yang pintar dan cantik, tapi
tidak menghalalkan segala cara untuk mendekati Rangga. Fatma, seorang ibu luar
biasa yang nge-guide si hanum jadi agen muslim di eropa. Dan Aysee, anak
perempuan Fatma yang menggertak hati hanum untuk berhijab, mungkin nggak hanya
hanum, semua orang yang belum berhijab kalau lihat film ini pas scene nya
Aysee, pasti tergertak juga, termasuk aku. :’) Semoga … :’)
Nonton film ini udah berasa jalan-jalan ke eropa beneran.
Tempat-tempat yang ‘view’ nya bagus di setiap negara yang dikunjungi nggak
terlewat sedikitpun. Dan kalau dari segi backsound (mesti aja ahaha) yang kedua
ini musiknya klasik banget. Eropa banget. Berasa banget eropanya, jadi kesannya
megah. Dan bener aja, di part 2 ini nggak ada ‘lagu/soundtrack’ yang maksa
diselipin di filmnya, walhasil filmnya jadi lebih nyaman ditonton, karena
porsinya pas. Dan nggak aneh kayak yang part 1 (dari segi nyelipin soundtracknya).
Cukup bijak meletakan soundtracknya di akhir film. Emmm sebenernya ada beberapa
‘kekurangan’ atau mungkin lebih tepatnya ‘kesalahan teknis’ di part 2 ini.
Pertama, pas adegan di Mesqitta, Acha keliatan banget kalau dubbing, dan
dialognya nggak sama, dan keliatan banget. (yang awam pasti juga tau kalau yang
ini). Kedua, pas adegan dibalkon setelah pesta kebanggaan kota Vienna undangan professor
Reinthard. Marjaa menghampiri Rangga, dan keliatan clip on-nya Marjaa di
punggungnya. (kalau yang ini entahlah ada yang sadar atau enggak) tapi kalau
aku, jelas banget ngeliatnya. Ketiga, pas adegan Acha diusir satpam saat di
Mesqitta, keliatan ‘Chroma key’ nya. Kalau yang ini mungkin lebih ke masalah
perijinannya dan peraturannya.
Well sepertinya, nggak begitu masalah sih sedikit
kekurangannya tadi, tidak ada film yang sempurna. Lagian udah ketutup juga sama
ceritanya yang bagus. Sampai kefikiran gini, beruntung banget ya Hanum Rais
sama Rangga Almahendra bisa punya cerita se-luar biasa itu. Punya teman-teman yang
hebat juga. Yang jelas cerita ini mahal, dan mereka beruntung karena mereka
yang punya. Dan sampai sekarang masih nggak percaya kalau cerita film itu
berdasarkan cerita nyata. Keren :’)
--
Dan setelah nonton pun kami pulang, aku pulang duluan karena
udah malem dan rumahku jauh. Wiwid sama Mbak Sissy masih mampir ke hypermart
dulu. Dan karena aku baru pertama kalinya kesini, jadi aku minta dianterin ke
parkiran dulu. Turun lewat eskalator yang berbeda dengan yang dateng kesini
tadi. Dan aku nggak menyadari ada sesuatu hal yang aku lewatkan. Sesampainya
dibawah..
“Eh Wid, kita kok nggak turun lagi?”
“Loh kita udah di lantai bawah ini..”
“Perasaan tadi kita naik empat kali deh, kok turunnya sekali
doang?”
“Dhan, kita tadi naik eskalator terpanjang itu loh yang
langsung ke lantai 4, kamu tadi nggak ngerasa lama banget ta?”
“What? Kenapa tadi kamu nggak bilang? Aku kan pengen menikmati
eskalator terpanjangnya ahaha, ayo balik lagi Wid!”
Dan untung aja, hal bodoh itu tidak dilakukan ahaha. Jadi tadi
pas naik eskalator itu, aku keasyikan cerita sama Wiwid, jadi ya ngerasa biasa
aja. Eskalator terpanjangnya, berasa biasa aja deh ahaha. Maaf nge-share cerita
yang ini, (cerita nggak penting ya ehehe) tapi ya biar kamu nggak kayak aku
aja, yang hari ini keliatan ‘ndeso’ banget. Ehehe, gapapa deh. Kalau nggak gitu
kan nggak tau :p pertama kalinya kesitu juga, karena baru pertama kalinya juga
ada yang ngajakin kesitu.
Thanks for read, Good Readers :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Share yukk :))