“Are you singer, Dhan?”“Uhm, maybe…”Stop!! Jangan dilanjutin, nanti Ayah marah.
Well,
pertanyaan barusan itu, jujur, membelenggu banget buat aku yang (masih aja)
nyari jati diri. Jadi gini, emmm, aku selalu bingung ngejawab kalau ada yang
nanyain aku, “Dhan, kamu penyanyi?”
Baiklah,
sebenarnya aku selayaknya kalian yang suka nyanyi. Okey, semua orang suka
nyanyi kan? Iya. Cuma yang membedakan adalah dimana mereka bernyanyi dan gimana
telinga orang yang mendengarkan. Well enak nggak suara, itu masalah selera
bray, okey?
Jadi barusan
aja, aku ikut semacam “kontes” nyanyi untuk yang kesekianratussekian haha. Kali
ini, kontesnya di mini mall deket rumahku. Tahun lalu aku ikut, dapet juara
dua. Tahun ini ikut lagi, tapi cuma sampai final aja, okey that’s means
nothing, alias enggak papa hehe.
Dari lomba
satu ke lomba yang lain, aku belajar. Kenapa aku harus ikut? Kenapa aku harus
latihan? Kenapa aku harus nyanyi bagus? Kenapa aku belum bisa dapet 1st
place?
Satu. Kenapa
aku harus ikut?. Sebenernya, biang kerok semua ini adalah Ayahku (almarhum). Dia
yang memulai semuanya, iya, semuanya. Dia terobsesi banget bikin anaknya jadi
penyanyi. Waktu kecil dulu, pas masih ada Ayah, Ayah sering banget daftarin aku
lomba nyanyi. Dari yang aku belum sekolah TK sampai SD kelas 3 (karena setelah
itu Ayah meninggal). Nggak semuanya menang sih, cuma beberapa dan gak 1st
place, tapi semangatnya Ayah daftarin aku lomba itu loh, yang bikin aku salut. Dan
FYI, kalau aku mau tampil tapi nggak ada Ayah, aku nggak mau tampil. Jadi bisa
dibilang, Ayah itu bateraiku. Kalau ada Ayah, aku mau nyanyi. Kalau enggak ada,
aku nggak mau nyanyi meskipun dibujukrayu apapun. Jadi dulu, aku ikut lomba
nyanyi, karena dipaksa Ayah. Dan aku sayang Ayah, jadi ya aku mau aja. Nah pas udah
besar gini, ikut lomba alasannya udah macem macem. Dari yang ngisi waktu luang,
sampai promosi lagu sendiri (kalau yang ini jangan ditiru hehe). Dan sekarang,
ya, semuanya harus sendiri, nggak akan ada Ayah yang datengnya telat, terus tiba
tiba nongol semenit sebelum tampilku, nyemangatin aku yang nge-down, iya, udah
nggak ada :’)
Dua. Kenapa
aku harus latihan? Siapapun dan apapun kompetisinya, pasti semua butuh latihan.
Bukan karena apa, tapi latihan itu emang penting. Seenggaknya biar kita nggak
malu maluin diri sendiri. Ada kalimat temenku yang masih aku ingat sampai
sekarang, “Berlatihlah seakan akan kamu sedang tampil. Tampilah seakan akan
kamu sedang berlatih”. Buat aku, kalimat itu seperti mantra, dan, mujarab.
Tiga. Kenapa
aku harus nyanyi bagus? Well, this is competition. Semuanya dituntut sempurna,
mungkin. Nyanyi bagus menurutku ada dua. Nyanyi dengan teknik sejagadraya dan
nyanyi ‘pokoknya kedengeran enak’ (mengabaikan tehnik). Menurutmu bagaimana? Gini
deh, aku kasih contoh, Vidi sama Afgan(pas awal awal). Vidi dengan tehnik
sejagadraya, Afgan ‘kedengarannya enak aja’. Untuk yang ini, aku lebih suka
Afgan. Nah, yang model kayak Vidi itu biasanya memang, suaranya disekolahin
juga. Sedangkan yang tipe Afgan, suaranya alami, (belum banyak diolah). Iya,
aku alirannya Afgan. Karena suaraku masih alami (belum banyak olahannya kayak
Vidi..) dan nggak ikut disekolahin. Nyanyi bagus itu wajib, iya. Ini kompetisi.
Empat. Kenapa
aku belum bisa dapet 1st place? Selama ini aku selalu menanamkan
pada diriku, “Bahwa jika belum jadi yang nomer satu, berarti memang kamunya
yang belum layak.” Okey, aku belum layak, bahkan mungkin jauh, masi jauh, jauh
sekali. Setiap lomba yang aku ikuti, aku anggap sebagai kesempatan buat belajar
dan mencoba, mengukur kemampuanku. Seberapa aku, seberapa keberanianku,
seberapa rasaku ingin membuat orang lain merindukan suaraku. Pembelajaran yang
kesekian, beberapa waktu lalu, aku ikut kompetisi nyanyi di grand city. Aku tau
infonya dari twitter, tanpa mikir panjang, aku langsung daftar. Aku dateng, dan
saat itu aku nyanyi lagu “Hari Baikmu”. Memang ikut lomba yang event ini,
niatku promosi lagu hehe. Eventnya besar, ditengah kota. Strategis banget kan
buat promosi? Tapi sekali lagi, dimohon ini jangan ditiru. Kata sahabat baikku,
“Belum punya label udah nyanyiin dimana mana, kalau ada yang jiplak, jangan
salahkan yang jiplak.” Okey, aku salah. Dan aku memang nggak menang pada saat
itu. Well, 95% peserta lomba itu nyanyinya acrobat. Punya jurusnya sendiri
sendiri. Nah aku, nyanyinya Hari Baikmu. Kalau di acrobatin ya nggak cocok,
cukup nyanyi dari hati aja, lagunya udah ngena’ kok. Jadi ya, aku nggak kaget
juga kalau belum menang. Kan memang tujuannya promosi lagu, (walaupun salah). Jadi
sebelum nyanyi, pas nyanyi, setelah nyanyi, ya nggak ada beban. Itu laguku, mau
aku nyanyiin kayak gimana juga terserah, toh orang orang juga belum tau. Dan ada rasa kebanggan tersendiri, ketika
telinga telinga itu seksama mendengarnya. Gitu aja aku udah seneng, simple. Nah
yang baru banget ini, ada kompetisi di mini mall deket rumahku, aku nyoba
treatment yang lain. Itung itung buat test drive. Pertama, aku nggak nyanyi
lagu Hari Baikmu. Kedua, aku nyanyinya belajar acrobat. Ketiga, dan karena
suara acrobatku (mungkin) aku lanjut ke final. Keempat, pas final aku balik
nyanyi berusaha kembali pake gayaku sendiri, aku nggak masuk nominasi juara. Well
okey. Miris kan?
Jujur, pas
itu aku sempet nertawain diri sendiri. Oh God, apa ini lucu? Aku menjadi ‘seperti
orang lain’ responnya begitu. Dan saat aku menjadi ‘diriku sendiri’ responnya
begitu. Dari situ aku ngambil kesimpulan. Jadi memang hidup ini penuh pilihan
(hehe serius amat)
Satu, jadi
penyanyi festival(penuh tehnik). Dua, jadi penyanyi indie(penuh kreasimu
sendiri).
Kalau kamu pengen menang di kompetisi atau
festival nyanyi, tampilah selayaknya mereka. Kalau kamu jadi dirimu sendiri, ya
kamu tidak bisa menjadi salah satu dari bagiannya, apalagi juaranya. Sebaliknya,
kalau kamu pengen bernyanyi mewakili dirimu, bernyanyilah sesuka hati, dengan
riang, seakan dunia ini punyamu. Kamu bebas, terserah mau membagaimanakan
karyamu. Dari sini udah jelas?
Dialog Ibu
yang masih aku ingat, dan akan terus ku ingat. (sesaat setelah aku perform)
“Bu, aku tadi nyanyinya bagus?”
“Pas, sama musiknya?”
“Jadi, bagus apa enggak Bu?”
“Ya itu tergantung selera jurinya..”
Yaps, Ibu
bener. Namanya juga kompetisi. Semuanya tergantung sama juri. Pesan dariku,
kalau mau menang, pelajari dulu jurinya, seleranya bagaimana, kalau sudah tau,
belajarlah menjadi seleranya, nanti pasti menang. Dan buat kamu yang idealis,
nggak mau jadi ‘seperti yang lain’ ya
jangan ikut kompetisi. Nah alurnya memang begitu.
So keep stay.
Tetep
semangArt kalau orang seni bilang. Tetep latihan, perbanyak perpustakaan musik.
Mau pilih yang mana, terserah kamu. Terus belajar, dan jangan berhenti mencoba.
Dari sana, pasti kamu akan menemui jalannya jika memang sudah kalanya, semua
pasti indah kok.
“Jadi Dhan, are you singer?”“Aku hanya tidak ingin mengecewakan Ayah, dan orang orang sekelilingku yg mempercayaiku bahwa aku bisa. Jika hari ini aku masih jauh dari titik itu, aku akan belajar, untuk mereka. Mereka yang selalu menjaga mimpi mimpi kecilku, menguatkanku, menghidupkanku.“So, Dhan, are you singer?”“Still in progress”
Still in progress!!!
BalasHapusI do love this statement :')
Keep trying, keep smiling, keep being the real Dhani :')