“Manusia selalu berubah.”
katamu
Kau terlahir untuk menjadi penghuni dunia yang dinamis. Kau menulariku
cukup banyak hal. Termasuk yang ini, meski untuk beberapa hal terasa
menyakitkan. Aku seorang gadis yang takut perubahan, takut dunia berubah,
keadaan berubah, orang-orang berubah, kau berubah. Aku orang yang butuh waktu
untuk merasa nyaman, dan perubahan, selalu membuatku canggung. “Jadi kau bisa
mungkin berubah” kataku. “Iya.”jawabmu. Lalu beberapa saat setelah itu, ketika
kita dipertemukan waktu, “Kamu sekarang berubah.” kataku. “Tidak, aku tetap
sama.” jawabmu. Jarak dan waktu memang jarang bersahabat. Meskipun orang orang
juga berkata sepertiku tentangmu, tapi bagiku ada yang masih tetap sama
didirimu, sorot mata kesepian.
“Mungkin kau tau apa yang ada dihatiku, tapi kau tidak akan
pernah tau apa yang ada dikepalaku.” katamu sedikit marah.
Wanita terlahir dengan kepekaan yang lebih dibanding pria. Namun
mungkin menurutmu, peka dan sok tau itu beda tipis. Dan kau memilih ‘sok tau’
sebagai julukanmu untukku. Kamu salah besar. Aku tidak menguntitmu lagi seperti
yang kau tuduhkan. Aku sudah belajar banyak hal bukan? Tapi jika aku bisa
menebak yang sedang kau rasakan, mungkin karena ‘peka’ku yang keterlaluan liar.
Kau tidak perlu khawatir, bukannya dari awal aku memang tidak pernah tau isi
kepalamu? Tentu saja. Kecuali, kau yang menceritakannya kepadaku sendiri.
“Aku tidak bisa menolak.” katamu dengan tersenyum lelah.
Aku pernah bilang, “Ucapanmu itu seperti mantra”. Iya mantra,
yang mampu menyihir orang orang. Kau yang sekarang berbakat menjadi motivator
ulung untuk orang orang. Kau layak, tentu saja. Namun ada sebuah kesalahan yang
mungkin kau tidak tau. Mereka mempercayaimu, lebih dari yang kau bayangkan. Kamu
pembawa mimpi-mimpi. Padahal, kau juga sedang memperjuangkan mimpimu sendiri. “Aku
tidak bisa menolak.” katamu dengan tersenyum lelah. Aku tau, kau suka menolong.
Dan aku juga yakin, kalau ada seribu orang yang memintaimu pertolongan, pasti
akan kau tolong semua. Hei, kamu hanya manusia biasa, bukan superman. Mungkin orang-orang
belum tau tentang ini. Aku jadi teringat dengan dialog tentang pilihan, “Besok
ada tiga rapat yang butuh kamu, kamu dateng yang mana? Atau nggak usah dateng
semuanya, biar adil? Waktunya bentrok gitu.” tanyaku. " Aku dateng ke yang bisa
aku datengin.” jawabmu. Aku tau kau juga pasti sedang bingung. Tapi yang
kulihat sejauh ini, kau ada dimana mana. Sedetik dimana, beberapa detik
kemudian ada dimana. Iya, kau datang disemuanya, meski hanya beberapa detik,
tapi kau ada.
“Apalagi janjiku yang belum aku tepati?” katamu hendak
menebus.
Aku adalah penagih janji yang ulung. Jika kau lupa, alarmnya
tidak akan berhenti berbunyi. Aku hanya tidak ingin kau punya banyak hutang. Maka
dari itu, untuk beberapa hal, aku tidak pernah mau kau menjanjikan aku hal yang
masih jauh didepan sana, aku menahanmu untuk tidak berjanji apapun. Karena aku
tau kau pelupa, sedangkan aku suka menagih janji. Itu akan sangat rumit bukan? Sebelumnya, terimakasih atas janji yang
terlunasi, meskipun tak tepat waktu itu selalu membuatku sebal, tapi lunas.
Iya, kau bukan pengingkar janji. Mungkin hanya menunda janjimu.
“Aku tidak tau,
kenapa aku datang kesini.” katamu
Masih beberapa jam lalu, kau mengatakannya. “Berarti,
harusnya sekarang aku terharu ya?” kataku sedikit bingung. “Iya, aku tidak tau
kenapa aku datang kesini. Besok aku sudah kembali lagi.” katamu. Sedetik, aku sempat ke-GR-an luar biasa,
sebelum aku berfikir, tentu saja kau mengucapkannya agar aku senang, mungkin. Iya,
aku sedang merindukanmu. Dan kau tau cara membuat orang yang merindu merasa
senang. Untuk kedatanganmu yang kali ini itu seperti bonus yang tak pernah ku
minta. Seperti janji yang tak pernah ku tagih. Tapi, kurasa bukan. Sebulan lalu,
kau pernah bilang akan pulang dan mengajakku berkeliling. Namun saat itu kau
tidak jadi pulang. Padahal aku sudah menyiapkan semuanya. Kecewa, pasti. Aku
tidak pernah memintanya, kau yang menawarkannya, tapi kemudian kau sendiri yang
tidak datang. Dan sekarang kau tiba-tiba datang tanpa kukira akan datang sungguhan.
Iya, kau sering mengerjaiku dengan berkata akan pulang. Dan mungkin yang
difikiranmu, kepulanganmu akan membuatku senang. Setidaknya, selayaknya adik
yang menunggu kakaknya pulang, begitulah perasaan adik adikmu disini. Iya, adik
‘sepermimpian’ mu disini banyak.
“Sudah lihat karyaku? Bagaimana?” katamu.
“Sudah. Lumayan, pesannya sampai, aku ketawa, terhibur lihatnya.” kataku menjawab
“Sudah dengar karyaku?” aku balik bertanya.
“Sudah. Karyamu, yang jelek itu?” katamu mengejek.
Meskipun terlewat sering mendengarnya, tapi tetep sama
merasa sedihnya. Memang, aku sadar juga, karyaku masih sangat jauh dari bagus,
tapi apa iya sejelek itu? Aku tau, kurangku masih banyak, dan kau jauh
diatasku, tapi apa iya sejelek itu? Aku juga ingin kau puji seperti..,sudahlah
lupakan saja, apresiasimu memang selalu yang paling beda. Sakit sih, tapi bikin
ketagihan dengernya, cool. Setidaknya, aku akan bikin karya sampai kamu bilang
karyaku bagus. Tunggu ya, aku sedang menyiapkannya.
Sejujurnya, aku sedang melihat lelah dimatamu. Kau tidak pernah hadir dengan diam. Justru dengan cerita-cerita yang selalu menarik ditelinga. Dan untuk mendapat semua cerita itu, kau pasti tidak pernah diam. Tanpa jeda. Mungkin itulah kenapa kau pulang, untuk melepas sedikit lelahmu. Itulah juga kenapa aku tidak pernah berdialog terlalu serius, kau butuh dihibur, tidak melulu dituntut. Walau aku yakin, kau tidak akan pernah mengaku lelah jika ku tanya, tapi matamu, tidak akan pernah bisa membohongiku.
*Aku membagi ini dari yang kutau, kudengar, kubaca, kulihat, kurasa. Aku 'melihat' dari keenam sisi kubus, 'mendengar' dari keduabelas sudut prisma segienam, dan 'merasa' dari ketidakhinggaan simetri pada lingkaran, yang ada dimata, telinga, dan hatiku. Aku tidak sedang memata-mataimu, hanya terkadang dibuat melihat, dan kau menarik perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Share yukk :))