Senin, 23 September 2013

Garuda Muda, Terbang Tinggi



Bumi, 22 September 2013 – Sidoarjo,



:)

(senyum dulu) 


Tanganku tergerak buat nulis posting ini, selain karena aku merasa bangga banget sama mereka, juga karena aku ingin ikut meninggalkan jejak sejarah bangsa ini. (dari sudut pandangku)


Sebelumnya, malam ini aku bertekad bulat buat nonton final Timnas U-19 live di stadion. Sampai aku dapet calo segala, pokoknya aku tekad banget pengen nonton. Kapan lagi kan nonton live timnas tanding final, mumpung cuma di Sidoarjo juga. Tapi semuanya pudar, gara gara gak dibolehin om ku soalnya banyak bonek yang masih suka tawuran. Dan demi alasan keamanan, akhirnya aku mengurungkan niatku buat nonton livenya di stadion dan memilih untuk menonton dirumah seperti biasanya. Kemudian muncul kabar, minggu siang, loket stadium dibakar massa. Okey, keputusanku tepat. 


22 September 2013, 20.00 WIB


Pertandingan dimulai. Ada Ravi, pemeluk bola. Ilham dan Maldini jadi pengepak sayap kiri kanan. Evan dimas dan Zulfiandi jadi jenderal lapangan tengah, jantung pengatur serangan. Ada juga yang lain, Hargianto, Putu Gede, Faturahman, Muchlis dan beberapa pemain lain yang belum hafal namanya (karena diatas nomor punggung mereka nggak disertakan namanya hehe). Iya, ini final.  Lawannya Vietnam, tim yang pada babak penyisihan lalu mengalahkan Indonesia, dan sekarang bisa dipertemukan untuk yang kedua kalinya, di final. Ini keren kan? hehe, tapi sebelumnya ada cerita seperti ini. Saat Piala AFF 2010, Indonesia melaju ke final bersama Malaysia, setelah babak penyisihan sebelumnya Malaysia kalah melawan Indonesia, dan bertemu di final. Walaupun pada saat itu, keberuntungan belum berpihak untuk Indonesia.


Kesan pas nonton pertandingan ini dari rumah, deg-deg an, kagum, dan sering bilang ‘gilak ini pertandingan’. Ini emang bener bener final. Kedua tim bener bener sama kuat. Saking gesitnya lari mereka, sampai kayak ngeliat mereka terbang, kamera panningnya bikin pusing juga, soalnya ke kanan ke kiri nya cepet, bolanya larinya cepet juga. Awesome. Kualitas mereka, patut diacungi jempol.


2 x 45 menit nggak cukup buat nentuin juaranya. Awalnya aku kira langsung adu pinalti, tapi ternyata ada babak tambahan, 2 x 15 menit, dan itupun belum cukup! Hey, ini final beneran ! Total 120 menit waktu yang udah lewat dengan tenaga yang pasti terkuras, akhirnya sampailah diujung pengharapan. ‘Adu Pinalti’. Ini cuma masalah keberuntungan kalau menurutku. Seperti perjudian, ke kanan atau ke kiri gawang. Dan, beban terberat ada di pundak Ravi, kipper utama timnas. Dirumah aku sampai teriak teriak “Peluk bolanya Ravi”, “Tepis bolanya Ravi” lanjut adikku. Ahahaha, berharap Ravi dengerin hehe. 

Dan ya, semua drama berakhir dengan happy ending. Setelah Ravi bisa menepis bola, dan Ilham Udin berhasil memasukan bola. Guys, Indonesia Menang! For the first time :’). Aku yang dari tadi teriak sana sini, langsung nggak bisa ngomong apa apa, saking terharunya. *ini beneran loh nggak alay*. Aku sampai reflek meluk adikku, “Is, Indonesia Menang :’)” “Iya mbak yeiiy” sahut Ismail. “Is, gimana perasaanmu?” “aslinya tadi aku pengen nangis mbak, tapi nggak jadi hehe” “sama” :))


Okey, dibilang seneng, semua orang se Indonesia pasti bangga. Dan penantian panjang itu tertemui hari ini. Tradisi kalah difinal terpatahkan hari ini. Dan sebenarnya ada satu lagi yang banyak bikin orang geregetan, Komentatornya, Pak Valentino Simanjutak dengan trademark ‘Jebret dan Owowow’ kalau kamu nonton, pasti kamu tau yang aku maksud. Hehe. Komentator ini, bukan komentator biasa. Dia motivator, dia orator, dia deklamator, hebat! Gimana enggak, pertandingan ini hidup gara gara ada narasinya dia yang mengandung ketiga unsur yang aku maksud tadi. Di awal pertandingan, dia baca kutipan kata kata para pahlawan kita, kayak Soekarno, RA Kartini, yang bisa menggugah semangat yang menurutku, jleb banget. Terus rasa nasionalisme muncul saat dia berulang kali bilang “Saudaraku sebangsa dan setanah air, mari kita mendoakan timnas untuk meraih kemenangan” dan banyak kalimat kalimat dengan pilihan diksi yang menarik, menggugah lainnya yang dia ucapkan. (aku nggak bisa inget bener bener kata katanya, jika kau tau, dia mengucapkannya dengan speed diatas rata rata seorang komentator bola dan tanpa belibet, aku ngefans dia). Yang jelas, belum ada komentator bola yang seperti Pak Valentino ini, bisa ngebuat pemirsa dirumah enggan ninggalin tivinya (bahkan untuk ke toilet) gara gara intonasi bicaranya kayak bolanya udah mau gol aja, padahal masih digiring. Cukup berhasil bikin pemirsa dirumah deg-degan gila, padahal gak ikutan main. (Hikmahnya, kalau aku dateng ke stadion malam ini, aku nggak akan tau komentar dan kalimat orasi pembakar semangat dari Pak Valentino ini, yang malam ini, cukup sangat bikin geregetan sekali)


Well, sebenernya masih banyak kesanku dari pertandingan ini, seperti ikatan kekeluargaan antar pemain dan pelatih. FYI, yang aku tangkap dari tayangan televise tadi yang cukup bikin aku senyum terharu, ada gitu ya, tim yang kayak gini. :’). Satu, disaat pergantian pemain, sebelum memasuki lapangan, pemain timnas U-19 tidak lupa mencium tangan pelatihnya, a.k.a Indra Sjafri. Dua, sesaat setelah Evan dimas gagal memasukkan bola pada saat mendapat tendangan bebas selangkah dari kotak pinalti, pelatih mengelus kepala Evan dimas, nenangin Evan yang saat itu ngerasa gagal padahal dipercaya pelatih. Tiga, tim official pelatih yang melakukan sujud syukur setiap Indonesia berhasil nge-gol-in saat babak adu pinalti. Itu masih beberapa dan terekam jelas di kamera, tapi aku yakin, kamu, juga pasti merasakan ini kan GoodReaders? Bagi kamu yang nonton, berbanggalah, kamu telah menyaksikan sejarah baru Indonesia. Dan terakhir, rasanya aku ingin menuliskan beberapa kata untuk timnas U-19 yang bertanding selayaknya pahlawan malam ini, semoga terbaca :)



Dear Garuda Muda,
Selamat, malam ini kau terbang tinggi. Menunjukan kepada orang orang seantero negeri, bahwa doa itu lebih mulia daripada mengkritik dengan ke-skeptis-an. Bahwa usaha, tekad, dan mimpi mimpi Anak Indonesia untuk kemudian mengharumkan nama negeri ini, selayaknya diapresiasi, didukung, dan dijadikan nyata. Bukan malah digunakan untuk kepentingan beberapa orang, yang sama sekali tidak punya potensi untuk mengharumkan nama negeri, justru sebaliknya.
Garuda Muda, tetap terbanglah tinggi dengan rendah hati. Senyum dan santunmu jadikan tradisi untuk generasi muda negeri ini, tersemangati dan percaya diri dengan tetap penuh dengan rasa hormat. Jangan lelah berlari ya, kamu sudah terbang. Terbanglah lebih tinggi, ke tempat yang paling tinggi sekalian. Kamu bisa. Kamu sudah memulainya malam ini.
Garuda Muda, Garuda Jaya, kelompok timnas yang terabaikan, yang tak terlihat, tanpa ekspose media dan lain lain. Kamu tidak memerlukan itu. Karena kamu bukan alat pencetak uang dan ‘citra’ untuk segelintir orang yang ingin memanfaatkan kemenanganmu. Kamu ada, muncul, dan melesat. Fokus berlari, tanpa agenda agenda wawancara dan talkshow di televise dan mengorbankan waktu berlatihmu. Malam ini, kamu menang dengan keren. Seratus dua puluh menit, dan tambahan babak penguji mental (adu pinalti). Perjuangan yang berat, demi mengharumkan nama negeri ini. Demi, sebuah gelar ‘Juara’ yang malam ini kau perjuangkan seakan kau tak ingin kesempatan ini direbut lagi. Dan akhirnya, kau berhasil membuktikan bahwa Indonesia bisa, bisa jadi juara. Dan bukannya pecundang lagi saat berada dipartai final. Tradisi atau yang orang orang sering sebut kutukan kalah difinal itu, kau patahkan malam ini, berbanggalah, dengan tetap rendah hati ya.
Garuda Muda, semoga kamu, penulis sejarah baru persepakbolaan Indonesia gemilang masa depan.
Malam ini, kau sudah memulainya.

"Semangatku, ku titipkan disayapmu,... Garuda Muda"
-dari potongan lirik lagu berjudul 'Garuda Muda' yang sedang aku kerjakan beberapa hari ini. Tidak sengaja terlintas, sesaat setelah pertandingan melawan Malaysia, lima hari lalu. Semoga menyenyumkan :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share yukk :))