Jumat, 04 November 2016

4 November 2016 - Politik, Agama dan Hukum ?




sumber : okezone.com



Rasanya tergelitik juga untuk ikut memberi opini terhadap berita yang sedang ramai sekarang. Pencalonan Gubernur DKI yang setiap periodenya tidak pernah tidak ramai. Meski itu termasuk pilkada, tapi beritanya seperti berita nasional. Karena memang, kata orang, Gubernur DKI adalah orang ketiga paling penting di negara ini setelah Presiden dan Wakilnya.

Basuki Cahaya Purnama atau Ahok yang dikenal tegas dan berani, kali ini harus mau dan bertanggung jawab atas perkataannya yang entah sengaja maupun tidak, dilaporkan telah melakukan penistaan agama. Saya sendiri juga melihat video rekamannya dan sangat menyayangkan, karena menurut saya, meskipun konteksnya pada saat itu adalah tidak sengaja dan tidak bermaksud apapun, tapi tentu saja hal seperti ini adalah hal yang sensitif bahkan sangat sensitif karena menyangkut agama - keyakinan - ideologi dasar.

Ahok yang kita ketahui elektabilitasnya cukup tinggi di pilkada mendatang ini tentu saja akan dihadang apa saja oleh lawan politiknya. Ahok yang dari kaum minoritas di Jakarta bahkan di Indonesia tentunya sangat mengejutkan bisa berada diposisinya saat ini. Isu SARA pun dilempar ke masyarakat mulai dari masalah ras dan lagi-lagi, agama. Namun tentu saja tidak semudah itu mengubah opini dan pendapat masyarakat Jakarta yang semakin cerdas dalam menggunakan hak pilihnya. Dan benar saja, isu SARA itu tidak terlalu berdampak dengan elektabilitas Ahok yang masih tinggi.

Hal ini pasti cukup membuat lawan politiknya harus memutar otak lagi dan mengatur strategi perang di pilkada nanti, mulai dari pencalonan AHY yang bagi saya sangat mengejutkan, ditambah pencalonan Anies di kubu lawannya dulu yang lebih membuat saya terkejut. Dan dalam hati berkata "politik bisa mengubah apapun" . Dari ketiga calon tersebut tentu hanyalah Ahok yang memiliki pengalaman untuk memimpin masyarakat. AHY yang belum berpengalaman di politik, begitupun Anies yang tiba-tiba saja dicalonkan menjadi gubernur.

Dan lalu, Ahok membuat kesalahan yang fatal. "Mulutmu Harimaumu" . Perkataan Ahok kala itu seakan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Terlebih kejadian ini terjadi tepat saat musim pilkada, sungguh menjadi kartu as bagi kedua lawan politiknya untuk 'menyingkirkannya'. Timing yang sangat pas, dan seperti blunder yang dilakukan Ahok. Ditambah blow up dari media nasional baik cetak, elektronik maupun media online. Dengan pemberitaan yang intens dan provokatif.

Hingga terjadilah Aksi Demo 4 November hari ini. Ribuan massa berdemo ke Jakarta mengatasnamakan jihad membela Islam. Ribuan massa. Dan tidak hanya dari Jakarta, namun dari seluruh Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa betapa krusialnya isu agama di negeri ini, negeri yang dimata negara lain terlihat luar biasa karena Bhinneka Tunggal Ika-nya, perbedaannya, ragamnya, tenggang rasanya dan toleransi beragamanya. Katakanlah Ahok memang bersalah dan dia telah meminta maaf dan akan diperiksa oleh aparat hukum, lalu apa sebenarnya tujuan dari aksi demo hari ini? Apakah agar Ahok mempertanggungjawabkan ucapannya? Atau agar orang non islam tidak jadi pemimpin? atau agar Ahok mundur dari pencalonannya? Allahualam.

Dan ada beberapa pemikiran dan pertanyaan-pertanyaan liar dikepala saya. Apa aksi demo hari ini murni karena jihad dan bukan karena ada kepentingan-kepentingan? mengingat dalam aksi demo hari ini juga diikuti oleh tokoh-tokoh politik dan bahkan mantan Presiden RI pun angkat bicara. Apakah kira-kira yang terjadi seandainya Ahok mendapat hidayah dan lalu memeluk agama Islam, apakah iya bisa membungkam opini-opini tentang dia yang disebut 'kafir' dan sebagainya dan lalu dia bisa menjadi calon gubernur dengan mudah? Saya rasa tidak. Karena menurut saya bukan agama masalah pokok dari kejadian ini. Bukan agama, tapi Ahoknya. Ahok yang dikenal tidak pandang bulu menegakkan birokrasi dan peraturan di DKI, tentu saja sangat berbahaya, menakutkan, penghalang bagi mereka yang bekerjanya tidak sesuai dengan aturan dan undang-undang yang ada.

Tulisan ini adalah opini pribadi saya, melihat permasalahan yang ada. Saya sendiri adalah orang Islam, hanya barangkali saya tidak mempunyai kapasitas tentang menghukum orang lain dengan ayat-ayat kitab suci saya, atas keyakinannya yang berbeda dengan keyakinan saya. Saya tidak sehebat itu, saya sendiri juga masih  banyak dosa. Biarlah itu menjadi urusan Tuhan. Yang saya yakini adalah agama saya mengajarkan kedamaian. Ini Indonesia, yang katanya seperti surga oleh saudara kita di palestina sana. Bisa hidup rukun berdampingan meski berbeda-beda agama. Kita bisa hidup damai dan merdeka karena rasa tenggang rasa yang kita jaga bersama selama ini, meski juga tidak bisa dipungkiri bahwa ada pasang surutnya. Saya juga bukan memihak Ahok dan nantinya dibilang menyetujui akan dipimpin oleh orang non-islam (karena saya warga Surabaya yang tidak perlu memilih diantara mereka bertiga)

Selebihnya, biarlah proses hukum yang akan menyelesaikan dan membuktikan kasus ini. Bagaimanapun hasilnya nanti, kita percayakan saja pada pihak yang berwenang. Kalaupun seandainya Ahok lolos dari kasus ini dan tetap jadi cagub dan Anda tidak suka dan tidak ridho Ahok jadi pemimpin. Ya jangan dipilih saat pemilu nanti. Sederhana kan? Toh juga kalau difikir-fikir, ini masih pencalonan, dan belum tentu juga Ahok yang menang.

Tapi kalau mereka sudah berkata 'bahwa mereka tidak mau Ahok jadi pemimpin mereka" hingga hal ini terjadi, bukannya itu justru mengaminkan bahwa yang akan menang di laga pilkada nanti adalah Ahok?

Allahualam.


- 4 November 2016 -

Ramadhani Syah Fitri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Bhayangkara Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share yukk :))