Minggu, 25 Januari 2015

Kenapa Aku Menulis?




Meskipun tak benar-benar percaya dengan apa yang dinamakan zodiak, tapi barangkali alasan yang tepat untuk yang satu ini benar-benar karena memang aku berzodiak pisces. Pengkhayal. Sejati. Pengkhayal ulung kalau aku biasa menyebutnya diam-diam.hhe.

Walau sudah nggak seperti dulu yang kadar mengkhayalnya kebangetan, namun sekarang pun masih ada beberapa sel dalam diriku yang tetap mengizinkanku untuk mengkhayal. Bukankah mengkhayal itu mengasyikkan? Hhe. Tidak semuanya. Namun memang dari sanalah aku mendapat cerita-cerita tak terduga yang kadang membuatku berfikir untuk merealisasikan khayalan, pertanyaan, dan apa-apa saja yang berputar-putar di kepalaku, atau di alam yang entah namanya apa. Alam khayalku.

Lalu, kenapa aku menulis?

Ada sebagian orang yang mengganggap remeh tulisan-tulisan super-ringan (semacam yang ku tulis ini misalnya) sebagai tulisan yang tidak penting. Mungkin benar. Hhe. Enggak-enggak, tentu saja enggak. Tidakkah kamu pernah berfikir bahwa setiap detik dalam hidupmu adalah hal yang berarti? Berarti tak selalu karena kau melakukan hal penyelamatan terhadap Negara, melainkan hanya sesederhana setiap detik dalam hidupmu tidak akan pernah kembali dan terulang lagi.

Barangkali aku mulai bisa menulis saat aku di taman kanak-kanak. Menulis A B C D E. Kemudian entah sejak kapan aku mulai menulis buku harian. Hingga yang terlupakan sama sekali, mampu ku ingat kembali, teman-teman masa kecilku dan betapa lugunya aku ketika itu. Ketika aku dengan malu-malu menyukai teman laki-laki ku, sedangkan saat itu, usiaku belum genap 10 tahun. Aku tak pernah benar-benar mengingatnya jika kala itu aku tak menuliskannya di buku harianku bersampul “pink hana” yang dibelikan Ibu. Hehe. Aku tak menulis setiap hari sebenarnya. Tapi aku menulis. Ah aku tak akan melupakan momen-momen itu. Tulisan-tulisan itu membantuku menyimpan memori kecil masa-masa ku yang terlewati. Tidak luar biasa, namun mampu membuat tersenyum kecil saat ku membaca nya ulang di masa-masa ku sekarang ini. Mereka, berarti. :)

Dan yang sekarang yang coba ku lakukan adalah menulis apapun yang ingin ku tulis. Pernahkah kamu membayangkan, kelak dua puluh  tahunan lagi (semoga Allah selalu memberi panjang umur dan kesehatan kepada kita semua, amin) anak atau lebih jauh, cucu-cucumu, dikehidupan yang lebih canggih dan modern lagi, akan menanyakan tentang cerita hidup orang tua atau kakek neneknya? Hehe, mungkin ini kejauhan. Tapi ya itu yang sedang ku fikirkan selama ini. Aku ingin mereka mengenalku dengan baik. Mengenalku dari aku secara langsung.Membaca tak hanya tentang idola mereka, namun bisa menceritakan sejarah pendahulunya. Mereka akan sebenar-benarnya tau apa yang terjadi di tahun tahunku ini. Bagaimana atmosfernya, trendnya. Hhe. Mungkin kejauhan, tapi semoga memang bisa sejauh itu. Dan semoga teknologi internet dan blogspot ini juga masi digunakan ketika waktu itu tiba. Hhe.


"Menulislah dan kau akan dikenang."


Apa yang benar-benar kita tinggalkan nantinya? Cerita kita saat ini, untuk-kelak. :)


*
Tulisan ini ku tulis untukmu dan untukku sekaligus. Sebagai pengingat, bahwa setiap orang adalah penulis, penulis cerita. Setidaknya cerita hidup mereka masing-masing :)


Sabtu, 17 Januari 2015

Biarkan Aku Tetap Menjadi Anak Kecil





Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, yang mudah tersenyum dan bahagia. Bukan karena punya banyak uang atau kekasih yang tampan, namun hanya karena Aku diberi sebuah permen lollipop dan sesuap eskrim rasa coklat.

Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, yang mudah menangis dan memaafkan. Anak kecil memang cengeng dan sensitif. Namun lihatlah, mereka akan melupakan tangisannya karenamu kemarin, dan mengajakmu bermain kembali seperti sebelum Kau membuatnya menangis.

Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, yang bergerak kesana kemari tanpa lelah. Anak-anak kecil suka bergerak dan tak bisa diam. Kadang menyebalkan dan  tak bisa diatur. Namun sekarang Aku jadi tau, bergerak kesana kemari itu menyenangkan, ternyata.

Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, yang punya berjuta-juta mimpi.  Anak kecil tak pernah takut bermimpi besar, meski mereka tak benar-benar tau tentang mimpinya. Namun mimpi itu berhasil membuat mereka rajin belajar, agar mimpinya lekas terwujud, kata Ibu Guru. Barangkali, belajar tak melulu tentang rumus-rumus fisika.

Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, yang menyukai siapa saja yang tulus kepadanya. Bukan karena paras elok atau tahtanya. Bukan hanya berteman dengan mereka yang punya ini itu, atau wajah paling rupawan. Anak kecil punya insting semacam itu, merasa nyaman dengan orang yang tulus menyayanginya, siapapun dia.

Biarkan Aku tetap menjadi anak kecil, bukan karena aku kekanak-kanakan, melainkan agar aku tetap jadi sederhana dan apa adanya.