Rabu, 26 Maret 2014

Utara




Utara.

Arah yang menjadi sebuah simbol untuk mengungkapkan apa yang ada didalam, bisa hati, bisa fikiran. Utara. Iya, kali ini aku ingin mengutarakannya. Bukan ke barat, timur, apalagi selatan. 

Terlepas dari apa yang sedang terjadi, mungkin kali ini kau sedang ingin menjadi seorang yang menyebalkan. Menebar perangai dimana-mana. Sama seperti yang kau lakukan kepadaku, barangkali yang kali ini hanya bagian dari cerita fiktif yang kau buat. Kau menggerakan orang-orang untuk menjadi pemeran dari peran-peran yang kau inginkan, dengan cerita yang kau kendalikan. Hei, ini hidup nyata. Letakkan fiksimu pada tempatnya ya. Tidak semua orang punya ‘kegilaan’ yang sama. Dan dikehidupan nyata, perasaan itu naluriah, bukan akting. Dan memainkan perasaan naluriah itu tidak baik untuk kesehatan. Tidak baik, untuk mereka yang kurang ‘gila’ atau bahkan waras sama sekali.

Sedangkan Aku. Aku adalah pemeran utama dari ceritaku sendiri. Kalaupun aku sedang ‘gila’ aku tidak akan mengikutsertakan orang lain dalam kegilaan yang sama denganku. Mereka berhak atas peran utama mereka sendiri-sendiri. Tanpa dikendalikan apalagi diskenariokan. Itu jahat. Banyak orang yang sedang menitipkan percayanya kepadamu, padahal kau hanya memainkan ceritamu saja. Jahat bukan? Tapi aku yakin, didalam ceritamu, masih kamu pemeran protagonisnya. Atau mungkin kamu ingin terlihat jahat karena sedang bermain peran antagonis dalam ceritamu sendiri. Terkadang, kamu terlalu rumit untuk dijelaskan jika ‘gila’ mu meluap. Berlaku seenaknya sendiri, padahal harusnya menjaga perasaan-perasaan. Kau bukan pemeran tunggal. Ingat, banyak peran pararel dibelakangmu. Sehingga jika kau dengan tiba-tiba merubah jalan ceritanya, peran pararel juga ikut berubah jalan ceritanya.
Aku tidak bisa rute cerita lebih jauh dari ini.  Yang aku tau, aku hanya perlu menulis agar mudah kau mengerti, dengan cara paling sederhana. Bukan sepertimu, yang membuat semuanya menjadi rumit. Barangkali, Ilmuwan terlahir untuk membuat segala apa yang ada di semesta yang rumit ini menjadi sederhana. Iya, itu ilmu pengetahuan. Ilmu yang sebenarnya rumit, tapi berkat mereka bisa menjadi lebih sederhana agar bisa kita pelajari. Bukan sebaliknya. 

Mungkin ini tidak senaratif penjelasanmu dengan nomor-nomor. Bahkan mungkin ini berantakan. Aku tidak terlalu pandai menulis sepertimu. Kau ‘me-reka’ sejarah untuk masa depan nanti, sedangkan aku hanya‘merekam’ sejarahku saat ini. Tidak ada yang ku buat-buat. Mungkin itulah yang membuatku semudah itu tertebak.
Disini hanya itu yang ingin ku utarakan. Karena selebihnya aku memaklumi ‘kegilaan’mu yang pernah lama ku kenali, dulu, dulu sekali. Aku hanya ingin sistem yang kau bilang itu berjalan sinergis. Bukan membuat semuanya terasa asing dan tidak saling menyamankan. Ganjil, dan segalanya seperti tidak terletak pada tempatnya.

Kamu tenang saja, ini rumah keduaku. Hanya mereka yang ku izinkan masuk yang bisa membaca ini. Aku bukan provokator, atau ‘mereka yang kau sebut suka membuat cerita tanpa arti’. Baca lagi yang kau narasikan untukku, ya. Letakkan fiksimu pada tempatnya. :’)

Ini kunamai semacam balasan surat. Teruntuk kamu yang mengataiku surealis. -


Minggu, 09 Maret 2014

Mimpi Abu-Abu

Aku seperti berada pada sebuah fase kehidupan yang berwarna abu-abu. Dimana mimpi-mimpi yang kutulis sewaktu kecil dulu, sudah banyak ku amandemen. Tidak ‘pure’ lagi. Dan ketika aku hendak menulis mimpiku yang baru, aku hanya membatu. 

Apa mimpiku? Kenapa aku harus bermimpi? Kenapa impian harus ditulis?

Ketiga pertanyaan itu sangat mudah ku jawab dengan penjelasannya saat aku duduk dikelas enam sd dulu. Sedangkan sekarang, pertanyaan-pertanyaan itu membuat jawabanku bercabang-cabang. Terkadang sesuatu yang mengejutkan datang tanpa diharapkan kedatangannya, begitupun dengan kepergiaannya. Sebut saja mimpiku banyak. Aku ingin begini, aku ingin begitu, begitulah soundtrack film doraemon. Dan dari kesemuanya, aku tidak bisa memastikan manakah yang benar benar akan ku miliki lima tahun lagi. Impian-impian kecilku, atau impian besarku. Semua masih abu-abu untuk ku jawab dengan lantang.

Namun, tidak bisa menjawabnya lantang, bukan berarti tidak melakukan apapun. Gerilya ini jangan sampai habis. Jika belajar banyak hal itu menyenangkan, kenapa tidak melakukan semuanya? Multitasking itu diperbolehkan, kan? Ada seseorang yang pernah berkata padaku, “Kamu bisa semuanya. Kebisaanmu bahkan bisa mewakili kebisaan orang-orang di ruangan ini. Tapi sebenarnya kamu ingin jadi apa?”. Aku terdiam. Aku tidak punya satu jawaban, karena aku punya banyak jawaban dan penjelasannya untuk pertanyaan itu. “Aku ingin bisa banyak hal” jawabku sambil tersenyum. “Oke, maka selamanya kamu tidak akan pernah jadi apapun.” dia berkata dengan nada meninggi. Sedikit tersentak, namun aku tak gentar. Hidup ini penuh pilihan. Dan bukan sebuah kesalahan jika pilihan yang kita pilih berbeda. “Tidak ada pilihan yang salah” – Mr Nobody.

Seperti kebanyakan orang, aku juga salah seorang yang menulis impianku, didinding kamarku. Walaupun tidak se-frontal dulu, namun aku tetap menuliskannya. Berbeda dengan dulu, sekarang aku menulis impian yang lebih realistis yang jangkauannya bisa ku rengkuh. Mungkin salah satu penyebab banyak mimpi yang belum terwujud adalah karena mimpi itu terlalu fantasi atau mungkin jaraknya yang tak terengkuh, sedangkan upayanya biasa-biasa saja. Dan sekarang yang ku lakukan adalah memperpendek jarak rengkuhannya. Banyak yang menertawakanku, menatapku dengan pandangan yang seakan berkata, “Memangnya kamu bisa?” “Ah, paling cuma angan dan obrolan semu saja”. Terserah mau dibilang apa. Aku hanya berupaya memberikan kepercayaan kepada ‘diriku’, sebelum orang lain mempercayai ‘diriku’ juga nantinya. Masih ingin menangkap ‘utopia’ku, walau aku tau, selamanya dia tidak mungkin bisa ku tangkap.

"Bermimpi pada saat berada di fase abu-abu itu bukan percuma, namun bukankah bergerak menembus kabut itu lebih ringan daripada terbang dengan sayap yang rapuh?"

Make Your Move!


#SomethingToRemember

Jumat, 07 Maret 2014

P(em)isah - Setangkai Bunga Di Sakumu


Aku sudah berulang mencari formula
Menyederhanakan rumit yang masih menggantung-gantung
Menyerah dengan segala teori yang aku sangkal
Dulu,

Sekarang aku tau kenapa ada hal yang dapat dilakukan dengan mudah, sementara bagi yang lain hal itu bisa teramat sulit
Mudah karena perasanya ringan, 
Sulit bukan karena berat, hanya karena sudah terlalu dalam

Aku hanya seorang penerka
Yang menghabiskan bergelas-gelas kotak susu untuk menemukan ujung rasa gelisahku yang tak berkesudahan

Aku melalui sebuah koridor yang membelah taman
Dari sana aku melihatmu memetik setangkai bunga yang tak pernah kau suka
Kau menghirup aroma wanginya yang sampai tempatku ini bisa tercium wanginya
"Kau berpura-pura, atau sudah berubah?", kataku dalam hati
Kemudian Kau duduk di kursi taman yang serupa dengan kayu besar yang dibelah
Setangkai bunga disakumu dan menunggu
Entah sudah berapa hari kau duduk dan aku berdiri di koridor ini melihatmu duduk
Tidak ada dinding, jarakmu dariku juga tidak terlampau jauh
Tapi kenapa aku tidak ingin menghampirimu lagi untuk yang kali ini
Kau duduk, dan tak akan berlari
Mungkin aku hanya merasa tak mengenalimu lagi
Kau duduk, dengan setangkai bunga disakumu
Menjadi pria angkuh, yang tidak semua orang bisa berdialog denganmu
Dan aku tidak menghampirimu, bukan karena keangkuhanmu
Namun dialog mana lagi yang bisa saling kita maknai?


Pemisah itu tidak selalu dinding, tidak selalu jarak
Hanya sesederhana, hati yang ingin pergi.



Part 2 !




6 Maret 2014 - Ciputra World, Surabaya Barat, sore menjelang petang..

Tepat hari ini, film 99 Cahaya Di Langit Eropa part 2 diputar serentak di seluruh bioskop Indonesia. Nunggu tiga bulan, dan akhirnya tayang juga yang part 2 nya. Oh ya seperti biasa, patner nontonku adalah sahabat tersayang, Wiwid, dan hari ini ditambah sama Mbak Sissy (kakak kelasku pas smk dulu hehe). Kalau biasanya aku rajin nonton di royal kali ini aku diajak buat nonton di ciputra world (ceilah, berasa naik kelas, ahahaha bercanda) sebenernya sama aja kok sama XXI yang lainnya, tapi jujur aku akui kalau sound disini lebih ‘mantep’. Ehehe. Film ini adalah film kedua dibulan ini yang aku tonton, dua hari lalu aku nonton ‘Street Society’ film balapan mobil bikinan sineas dalam negeri. Sengaja nggak aku tulis reviewnya, karena aku nggak begitu paham sama film balapan gitu. Tapi kalau dari segi ceritanya, lumayan lah film itu, ada bagian yang cukup bikin ‘shocking’ dan aku bisa ngena juga. Namun selebihnya, jujur aku ngerasa film itu kayak iklan mobil lambhorgini, McLaren dkk.. karena mungkin nggak ada adegan tabrak-tabrakan mobil atau mobilnya kebakaran atau yang semacam itulah, jadi cuma balapan aja. <> back to 99 cahaya, let’s read my little review..eits mungkin lebih tepatnya review ala dhani..ehehe bercanda :D

Di part yang kedua ini, cerita filmnya terasa mulai dalam. Kalau yang di part 1 nya, kita lebih seperti diajak berwisata sejarah islam di eropa, di part 2 ini lebih ke konflik dan penguatan karakter para tokohnya. Dan nggak lupa, pesan moral yang ada di part 2 ini aku ngerasa lebih banyak. Sama seperti di part 1, yang kedua ini nggak kalah bikin nangis. Nangis karena terharu, karena sedih, karena ngerasa masih banyak kekurangan, campur aduk jadi satu. Dan di part 2 ini akan terlihat betapa kuatnya masing-masing karakter di film ini. Mulai dari Hanum dan Rangga, Khan, Stephan, Marjaa, bahkan Fatma dan Aysee. Semua punya peran penting di film ini. Cukup terkesan dengan Ayah Khan, yang ingin anaknya berjihad dengan pena dan ilmunya, bukan dengan bom dan ranjau ranjau seperti di negerinya, Pakistan. Maka dari itu dia ingin anaknya menuntut ilmu setinggi mungkin di negeri orang, dan sekembalinya nanti, bisa memperbaiki negerinya. Juga suka dengan peran Stephan, seorang atheis yang punya rasa ingin tau yang tinggi tentang islam. Khan yang cenderung fanatik, dan memegang teguh prinsip keislamannya. Marjaa yang pintar dan cantik, tapi tidak menghalalkan segala cara untuk mendekati Rangga. Fatma, seorang ibu luar biasa yang nge-guide si hanum jadi agen muslim di eropa. Dan Aysee, anak perempuan Fatma yang menggertak hati hanum untuk berhijab, mungkin nggak hanya hanum, semua orang yang belum berhijab kalau lihat film ini pas scene nya Aysee, pasti tergertak juga, termasuk aku. :’) Semoga … :’)

Nonton film ini udah berasa jalan-jalan ke eropa beneran. Tempat-tempat yang ‘view’ nya bagus di setiap negara yang dikunjungi nggak terlewat sedikitpun. Dan kalau dari segi backsound (mesti aja ahaha) yang kedua ini musiknya klasik banget. Eropa banget. Berasa banget eropanya, jadi kesannya megah. Dan bener aja, di part 2 ini nggak ada ‘lagu/soundtrack’ yang maksa diselipin di filmnya, walhasil filmnya jadi lebih nyaman ditonton, karena porsinya pas. Dan nggak aneh kayak yang part 1 (dari segi nyelipin soundtracknya). Cukup bijak meletakan soundtracknya di akhir film. Emmm sebenernya ada beberapa ‘kekurangan’ atau mungkin lebih tepatnya ‘kesalahan teknis’ di part 2 ini. Pertama, pas adegan di Mesqitta, Acha keliatan banget kalau dubbing, dan dialognya nggak sama, dan keliatan banget. (yang awam pasti juga tau kalau yang ini). Kedua, pas adegan dibalkon setelah pesta kebanggaan kota Vienna undangan professor Reinthard. Marjaa menghampiri Rangga, dan keliatan clip on-nya Marjaa di punggungnya. (kalau yang ini entahlah ada yang sadar atau enggak) tapi kalau aku, jelas banget ngeliatnya. Ketiga, pas adegan Acha diusir satpam saat di Mesqitta, keliatan ‘Chroma key’ nya. Kalau yang ini mungkin lebih ke masalah perijinannya dan peraturannya.

Well sepertinya, nggak begitu masalah sih sedikit kekurangannya tadi, tidak ada film yang sempurna. Lagian udah ketutup juga sama ceritanya yang bagus. Sampai kefikiran gini, beruntung banget ya Hanum Rais sama Rangga Almahendra bisa punya cerita se-luar biasa itu. Punya teman-teman yang hebat juga. Yang jelas cerita ini mahal, dan mereka beruntung karena mereka yang punya. Dan sampai sekarang masih nggak percaya kalau cerita film itu berdasarkan cerita nyata. Keren :’)
--
Dan setelah nonton pun kami pulang, aku pulang duluan karena udah malem dan rumahku jauh. Wiwid sama Mbak Sissy masih mampir ke hypermart dulu. Dan karena aku baru pertama kalinya kesini, jadi aku minta dianterin ke parkiran dulu. Turun lewat eskalator yang berbeda dengan yang dateng kesini tadi. Dan aku nggak menyadari ada sesuatu hal yang aku lewatkan. Sesampainya dibawah..

“Eh Wid, kita kok nggak turun lagi?”
“Loh kita udah di lantai bawah ini..”
“Perasaan tadi kita naik empat kali deh, kok turunnya sekali doang?”
“Dhan, kita tadi naik eskalator terpanjang itu loh yang langsung ke lantai 4, kamu tadi nggak ngerasa lama banget ta?”
“What? Kenapa tadi kamu nggak bilang? Aku kan pengen menikmati eskalator terpanjangnya ahaha, ayo balik lagi Wid!”

Dan untung aja, hal bodoh itu tidak dilakukan ahaha. Jadi tadi pas naik eskalator itu, aku keasyikan cerita sama Wiwid, jadi ya ngerasa biasa aja. Eskalator terpanjangnya, berasa biasa aja deh ahaha. Maaf nge-share cerita yang ini, (cerita nggak penting ya ehehe) tapi ya biar kamu nggak kayak aku aja, yang hari ini keliatan ‘ndeso’ banget. Ehehe, gapapa deh. Kalau nggak gitu kan nggak tau :p pertama kalinya kesitu juga, karena baru pertama kalinya juga ada yang ngajakin kesitu. 


Thanks for read, Good Readers :D


Minggu, 02 Maret 2014

Senja Bersama @ladangsandiwara




1 Maret 2014 -  Oost Coffe & Theaa, Kaliwaron 60, Surabaya Timur, menjelang senja..

Selesai makan Mie Iblis, aku lalu melaju ke workshopnya teman soundcloudku dari Jogja. Hari ini dia mengadakan workshop tentang “Menerbitkan Buku Secara Mandiri” di Surabaya. Emmm, sebenernya awal aku tau dia itu bisa dibilang unik. Aku taunya dari soundcloud (yang entah bagaimana ceritanya bisa nyasar ke soundcloudnya dia) gegara terpikat sama lagunya yang judulnya “Senja, Sendu Yang Manja” aku jadi follow akun twitternya deh. Dan semenjak itu aku jadi tau juga kalo sebenernya dia itu seorang penulis. Penulis, penyanyi, dan bisa musikalisasi puisi, keren kan? Mungkin itu juga alasan kenapa aku datang ke workshop itu, mau ngeliat performnya secara live dan bonusnya, aku dapet ilmu tentang kepenulisan. Namanya, Mas Bagustian Iskandar. Atau kalo mau tau lebih lengkap tentang dia follow aja akun @ladangsandiwara. Barangkali nanti kamu juga bisa terpikat ehehehe.

Dateng ke acara telat sejam-an gegara nyasar, sampai tiga kali ngelewatin FK Unair (menurut infonya sih belakangnya Unair) padahal masi jauh. Google map pun kurang membantu, emmm mungkin pas itu akunya lagi nggak ngeh baca petanya, hmmm (jadi ini ceritanya aku kurang menguasai jalanan Surabaya Timur). Dan akhirnya sampailah aku di café itu. And the awkward moment adalah ketika kamu dateng workshopnya telat, ketika semuanya hening mendengar presentasi. Hmmm kikuk, tapi ya gimana lagi. Langsung cari tempat duduk kosong (yang kebetulan pas banget viewnya) sambil nunggu Ravita, yang nggak dateng-dateng. Sampai beberapa menit kemudian Ravita dan temannya dateng dan semua berjalan ‘lebih’ nyaman ehehe. Aku ngajak dia kesini soalnya ceritanya sekarang dia udah jadi penulis. Penulis indie juga, barusan nerbitin buku pertamanya. Barangkali buat nambah ilmu dan jaringan juga.
Sesi awal Mas Bagustian ngejelasin tentang ‘self publishing’ dan tahapan/proses bagaimana menerbitkan sebuah buku, marketing dan distribusinya, diselingi dengan cerita pengalamannya selama menjadi penulis indie. Sesi berikutnya, tanya jawab emmm atau mungkin lebih tepatnya sharing ehehe. Dan sesi terakhir adalah taraa Mas Bagustian perform. Nyanyiin lagunya yang aku suka, “Senja, Sendu Yang Manja” emmm sebenernya aku suka lagu itu karena judulnya, ehehe. Dan pas didengerin, enak juga lagunya. Yang kedua dia musikalisasi puisi yang dia gubah dari ceritanya Agus Noor. Dan lagu yang terakhir, dia bawain satu lagu orang lain, yang entah judulnya apa, sedangkan waktu dinyanyiin aku dibikin melting dan pengen nangis. Hampir semua yang hadir disitu hafal lagunya, sedangkan aku hanya nikmatin sambil ‘deg’ dan mata yang nyaris berkaca kaca. Entah karena lagu ini memang enak, atau Mas Bagustiannya yang ngebawainnya bagus banget, total penjiwaannya, ya setidaknya aku terbawa. :’)


Acara selesai, sebenernya aku mau nyapa Masnya atau bahkan minta foto bareng buat dokumentasi, tapi pas itu banyak yang konsultasi kepenulisan sama dia, dan apalah daya aku orangnya pemalu, dengan segala hal yang harus disesuaikan disitu ehehe.. apa sih? Dan karena udah jam 8 malem juga, aku harus segera pulang. FYI, perjalanan kerumahku kurang lebih sejam-an. Ini di Surabaya Timur dan rumahku di ujung Surabaya Barat, udah masuk Gresik malahan ahahaha. Namun jarak bukan penghalang bukan? :) 

Great to see you Mas, aku tunggu ‘KotaDalamMata’ punyamu ya. Buat aku terpikat lagi, ehehehe. Terimakasi ilmunya, suatu hari pasti aku butuh ilmu itu. Ehihi..


Sabtu, 01 Maret 2014

Pedas Gila dan Antrian Gila, Mie Setan - Mie Iblis




1 Maret 2014 - Mie Setan- Mie Iblis, Jalan Kaca Piring, Surabaya Timur, sore yang cerah..

Hari ini Aku sama Fitri mau kulineran mie setan yang terkenal dengan pedes gilanya dan antri gilanya. Sesuai petunjuk salah satu blog, restonya buka jam 3. Nyampe sana jam 3 (dengan harapan masih sepi dan nggak antri panjang), dan ternyata udah rame banget. Sedangkan di kaca restonya jelas banget tertulis “sorry, we’re closed”. Dan atas saran dari Fitri, kami pun mengantri (padahal belum buka restonya) ahahaha, demi apa coba? Dan karena kami udah pasang badan buat ngantri, akhirnya yang lain juga ikutan ngantri, sekali lagi, demi apa coba? Ehehe…

Setengah jam kemudian, resto buka. Aku sama Fitri antrian kelima, jadi nggak nunggu lama-lama. Strategi yang bagus tadi, btw. Pesen nunggu sebentar dan taraaa, pesanan datang.


Es Genderuwo

Mie Iblis size M


Antrian gilanya..



Okey, aku akan coba mengulas makanan pedas ini dan kenapa bisa jadi daya tarik sampai antriannya gila gitu. Hari ini aku pesen Mie Iblis size M. Size M itu sama dengan 25 cabe. (bukan cabe-cabean loh ehehe). Kata Fitri, rasa Mie Iblis lebih enak daripada Mie Setan (kalo yang ini mungkin masalah selera, aku ngikut guide aja hehe). Awalnya aku mau pesen size S, tapi karena Fitri bilang pedesnya biasa (menurutnya) akhirnya aku ikutan pesen yang size M, dan itu kesalahan. Well, barangkali benar kata orang, bahwa semua itu ada tahapannya, size M, itu pedessss banget, berasa makan sambel yang nggak keatur pedesnya (maksudnya saking pedesnya). Padahal Aku termasuk pecinta pedas, tapi ini kelewatan, dan harusnya Aku pesen yang size S dulu kali ya, buat trialnya. Dan karena udah terlanjur, jadi ya dimakan aja, dibantuin Fitri juga karena Aku hampir menyerah ehehe. Buat minumnya, ‘Es Gondoruwo’ jujur, rasanya enak. Rasa susu soda manis campur buah-buahan kece dan jelly-jellyan. Walaupun sebenernya kalau makan pedes sama minum es itu menghasilkan pedes kuadrat. Oh ya, lokasi restonya ini strategis banget. Sebelum stasiun gubeng, kalau dari jalan kusuma bangsa. Deket grand city, dan SMA komplek juga. Jadi nggak heran kalo tempat ini nggak pernah sepi, apalagi di jam-jam orang pada hangout. Selain itu, penamaan menu yang setan-setanan itu bisa jadi daya tarik juga, lebih lebih cita rasa ‘pedas’ yang ditawarkan, hmmm, ya, sekarang lagi trend makanan pedas, dimana ada embel-embel pedes banget, pasti langsung diserbu, contohnya Nasi goreng Janc*k. Dan kebanyakan yang kesini anak-anak muda, yang doyan-doyannya pedes.


pas kepedesan (mukaku oh..)
stage completed! (walaupun dibantuin Fitri)




















Well, Aku rekomendasiin tempat makan ini buat kamu pecinta kuliner pedes super. Harus kesini, dan siap-siap kapok atau mungkin nagih ehehe. Harganya bisa dibilang terjangkau, apalagi kebanyakan yang kesini pelajar dan mahasiswa cuma dua puluh ribuan, kamu udah bisa makan mie super pedes dan minum es super enak ehehe (es genderuwo yaa). Dan biar kamu bisa makan dengan penuh kemenangan kayak Aku tadi, Aku kasih sedikit tips makan di Mie Setan dan Mie Iblis resto *emmm mungkin lebih tepatnya @kobebar_sby kali ya hehe, so read this…

 1. Datanglah lebih awal atau hampir akhir. Restonya buka jam setengah 4 sore dan tutup jam 11 malam. Jadi ya, datenglah jam 3 dan langsung antri ahaha, atau dateng jam 9 atau 10 malam ketika restonya mau tutup (kalo yang ini berdasarkan saran tukang parkirnya..) dijamin kamu nggak bakalan ngantri panjang-panjang. Ingat, strategi bro!
2. Step by step, level by level. Buat yang pertama kali makan disini, pesanlah level yang paling bawah dulu, dan jangan langsung loncat kayak Aku tadi, itu buat percobaan sama lambungmu, kuat atau nggak sama pedesnya, karena makanan yang satu ini pedesnya mutlak.
3. Bawalah sekotak susu buat penetral pedes. Disini cuma ada minuman dingin dan air putih.
4. Buat yang bawa banyak pasukan, bisa reservasi min 8 orang. Buat antisipasi kalau tempatnya rame. Soalnya tempat duduknya terbatas juga. (apalagi untuk pengantri yang sepanjang itu)
5. Buktikan! Cobalah beruji nyali dengan rasa pedasnya. Dan perut mules setelahnya ehehe (terbukti bisa bikin mules, kayak habis minum obat pencuci perut buat aku)

Thanks for Read :D