Senin, 24 Juni 2013

Aku Ingin Jatuh Cinta Lagi




Ada semacam perasaan ‘rindu’. Atau mungkin ini efek samping setelah melihat film ‘romantis’ untuk yang kesekian kali. Memang berbeda rasanya ketika kamu melewati hari hari mu dengan perasaan ‘jatuh cinta’. Jatuh cinta dengan apapun, dengan seseorang, dengan kesukaanmu, atau dengan sesuatu yang sedang kamu jalani. 

Aku tidak mengatakan bahwa sendiri itu sebuah penderitaan. Karna bahkan ada hal hal yang bisa dilakukan hanya dikala kamu sedang sendiri. Misalnya, modusin banyak orang. (ah ini bukan kesenangan juga hehe). Namun terkadang ada perasaan semacam sepi bahkan dikeadaan paling ramai sekalipun. 

Aku mengatakan ini, karena benar benar, aku ingin jatuh cinta lagi. Aku ingin punya senyum senyum sembunyi dalam hati itu lagi. Aku ingin degup tak beraturanku bisa kurasa lagi. Aku ingin mimpi mimpiku yang lain, akan terwujud tanpa ku menyadarinya lebih.

Sekarang orang orang terdekatku pun sudah punya dunianya sendiri. Ceritaku mungkin sudah tidak begitu penting lagi. Dan apa iya, ada orang yang sedia mendengar dongengku setiap kumenemuinya? Aku pernah merasa begitu hebat dan beruntung dibegitukan, kala itu. Dan selanjutnya, aku ingin merasakannya lagi.

Namun semua ada masanya. Aku begini, karena memang aku masanya begini. Aku tau, aku akan belajar jatuh cinta lagi. Aku tau tiada kisah yang sempurna. Tapi Ya Allah, kirimkanlah malaikat malaikat tanpa sayap itu ya Allah. ‘kala’nya itu sebentar lagi kan? Kirimkanlah yang baik, yang menjagaku seperti sedianya :’)



Aku ingin jatuh cinta lagi, dan kuharap, bukan denganmu



Curhat Buat Readers #1




Hei Readers, apa kabar? Semoga selalu baik ya, malam ini, aku boleh nggak curhat sama kamu? Mbak Yani lagi ke Bali nih, Fia juga nggak lagi main kesini. Ismail, malah ngerasa punya mbak aneh kalau aku curhatnya ke dia. So, aku curhat ke kamu, mau mendengar Readers? Mau ya :)
Sebelum kamu baca, aku juga nggak tau seberapa penting hal ini untuk kamu. Bahkan mungkin nggak penting. Tapi selayaknya sahabat, kamu mau membaca apa saja kan Readers? Aku harap kamu bersedia hehe.

Beberapa waktu lalu, aku dimintai bantuan untuk bikin soundtrack film setelah sekian lama vakum. Aku juga nggak tau, kenapa dia meminta bantuanku. Temen dari kota seberang, Jogja. Dia percaya kalau aku bisa. Aku nggak menjanjikan yang bagaimana, aku bilang, aku hanya melakukan sebisaku, aku masih terbatas, aku tak begitu percaya diri. Iya, aku (masih) terbatas. Masih sangat banyak yang harus aku benahi, pelajari, kembangkan disana sini. Dan aku belajar itu saat ini.

Setelah baca skenario filmnya, aku coba tulis apa yang aku rasain saat itu. Sambil lalu lalang, nada nadanya dateng nyambet. Kali ini treatmentya beda. Kalau dulu, aku rangkai nadanya, aku tulis liriknya, terus aku serahin ke arranger. Sekarang, aku rangkai nadanya, aku tulis liriknya, terus aku nyari chord dan arransementnya sendiri. Sebenernya agak pengen nangis, aku memang nggak buta nada, aku juga bisa bedain mana nada yang pas mana yang fals. Tapi arransement lagu, masih susah buat aku. Nyari rangkaian chord yang berputar putar dikepalaku itu nggak mudah. Kalau dulu, ada penerjemah maksudku, sekarang aku harus bisa nerjemahin sendiri. Dengan kemampuan yang masih harus banyak diasah lagi. Hasilnya, masih jauh dari angan angan ilustrasi nada yang ada berputar putar dikepalaku, jemariku belum mampu mengejawantahkan lewat tuts tuts pianoku.


Tapi aku nggak pengen nyerah, aku bisa. Seperti kata mereka. Ya, selalu ada semangat dibalik setiap keraguan. Sebisaku, aku rangkai semuanya. Dan jadilah, lagu utuh versi amatir. Aku kirimin ke temenku itu. Aku nggak berharap apa apa, aku hanya ingin menepati janji. Dia bilang, laguku bikin dia terharu. Entahlah, entah kenapa lagu laguku kebanyakan dibilang seperti itu.
Beberapa hari kemudian, ada yang bilang. Cerita filmnya ada yang diganti. Sedangkan lagu yang aku bikin, terikat banget sama cerita awal pas sebelum diganti. Aku kira lagunya nggak jadi dipasang, tapi tiba tiba ada temenku dari Jogja message ke aku, dan bilang kalau laguku jadi soundtracknya.

Aku seneng. Pertama, aku bisa diberi kesempatan bikin soundtrack lagi. Kedua, suaraku terdengar disana. Padahal akunya saja, belum pernah benar benar ada disana. Ketiga, evaluatorku ada disana, aku penasaran apa komentarnya tentang karyaku yang kali ini.

Keesokan harinya dia muncul. Dan kali ini dia bilang “Lagumu bagus”. Ada perasaan semacam senang ‘sedetik’, setelah itu, aku teringat semua kritikan pedasnya, cela’annya, wajah dan ekspresi itu, sinis, datar, skeptisnya, semua itu mana? Aku lebih terbiasa mendengar itu. Dan sekarang aku merasa kehilangan kritikus hebatku. Entah dia bilang begitu karena memang bagus, atau mungkin semuanya itu memang sudah tidak lagi buatku. “Aku memang senang ketika orang-orang memujiku, kecuali kamu. Kamu adalah kamu, bukan orang-orang. Kritik aku sehabisnya, buat aku jadi lebih hebat. Jika kamu tau, semua cela’anmu adalah salah satu alasanku belajar lebih keras. Dan ekpresi sinismu adalah salah satu alasanku untuk semakin cepat melangkah maju.”


Ketika begini, aku merasa kehilangan evaluator terbaikku. Yang bahkan merasa biasa saja, ketika rasanya aku berada di awang awang. Dan ketika kini aku merasa bukan apa apa, dia mengatakannya begitu. Aku tidak terbang, namun juga tidak jatuh. 
Setelah itu, aku mencoba memberanikan diri, buat nge-share lagu ini ke Soundcloud. Sebelumnya aku selalu diingatkan agar tidak mudah menyebarkan karya original ke dunia maya. Lagu ini, aku tidak mau usianya sesebentar itu, aku hanya ingin dia didengarkan lebih lama. Setelah aku upload, komentar temen temen soundcloudku positif positif. Bahkan ada salah satu dari mereka, mau mengarransement ulang lagu itu untuk dijadikan duet. Semoga kesampaian ya Readers. Amin. :)

Aku hanya tidak tau meletakkan ini dimana. Ketika yang lain mengabaikan impian impian kecil ini, dan menganggap mimpiku kecil. Aku tau, aku tak punya mimpi sebesar matahari. Aku sedang mencari mimpiku. Ketika yang lain tidak ingin peduli, memang hanya akulah yang mengerti diriku. Ketika hanya Tuhan yang mau mendengarku, aku kira, masih kalian yang mau membaca ini :’). Aku bukan ingin menjadi hebat, namun aku ingin menjadi seseorang yang berarti, bermakna. Itu lebih dari sekedar hebat.

Selasa, 18 Juni 2013

Selamat Menikmati Kuemu :)


Aku bukan pelupa, hanya aku tak tau caranya
Ketika bahasa dan kata tak mampu ku menjangkaumu

Mungkin hanya isyarat ini yang bisa menyampaikan

Sepotong kue nada berhiaskan lilin lilin melodi :')


Aku tidak tau, semenjak kapan ucapan menjadi begitu penting
Tapi aku bukan pelupa, pelupa sepertimu :)

Selamat menikmati kuemu :)


"For all the reason I have, 
Perhaps, my words is nothing
And I just can to say something
In our distance
As always, my best wishes for you
Happy birthday :)"


Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lengang kutentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?


Miliaran panah jarak kita
Tak jua tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara


Tahanlah, wahai Waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantiku


Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara


Jangan berjalan, Waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang harus tiba tepat waktunya
Semoga dia masih ada menantiku


Mundurlah, wahai Waktu
Ada selamat ulang tahun
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang s'lalu membara 
Untuk dia yang terjaga
Menantiku...


Senin, 17 Juni 2013

Aku, Dongeng Dan Ksatria




Sat,
Ksatriaku yang hilang,
Aku dan kemenghilanganku hanya ingin membuatmu tenang,
Akan ku usahakan semua terlihat terkendali dan baik baik saja
Aku selalu senang, jika cerita dongeng kita dulu
Bisa kau ejawantahkan ke dalam nyatamu

Mungkin memang masih aku yang tertinggal dalam dongeng ini,
Yang terkadang masih suka mencarimu, menanyaimu
Apa kamu akan membuat dongeng lagi bersamaku
Dongeng tentang anak cengeng yang berusaha menguasai sepertiga dunia dengan nada

Aku tau, aku tidak ada dalam rangkaian beberapa ceritanya
Bahkan dalam sedetik di dalam cerita cerita tentang bintang bintang jatuh
Tidak ada namaku, seabjad pun tidak ada
Aku mendoakanmu, dan kau tak perlu tau

Semuanya begitu cepat, namun aku tak ingin bahagiamu berlalu cepat
Segala rasa terurai, kecuali lelahmu yang kadang tersandar
Terkadang masih bisa kumerasakan sesuatu yang harusnya tak kurasa
Aku berfikir, radarku masih bekerja
Meski terkadang aku lupa meletakannya dimana, namun nyatanya kembali lagi

Ksatriaku, dalam ejaan yang tak sempurna,

“Auk hmias ngisre emgnja maanmu ldmaa speiuk , auk uat nii tdkai ibka nuutkk. Auk nhyaa rletalu mrndknuma.” :’)

Aku tau kau tak suka membaca yang tak terbaca ini,
Tapi mungkin tanpa membacanya pun kau sudah tau maksudku, kan?
:)

Minggu, 16 Juni 2013

Are You Singer? Emmm...




“Are you singer, Dhan?”
“Uhm, maybe…”
Stop!! Jangan dilanjutin, nanti Ayah marah.



Well, pertanyaan barusan itu, jujur, membelenggu banget buat aku yang (masih aja) nyari jati diri. Jadi gini, emmm, aku selalu bingung ngejawab kalau ada yang nanyain aku, “Dhan, kamu penyanyi?”

Baiklah, sebenarnya aku selayaknya kalian yang suka nyanyi. Okey, semua orang suka nyanyi kan? Iya. Cuma yang membedakan adalah dimana mereka bernyanyi dan gimana telinga orang yang mendengarkan. Well enak nggak suara, itu masalah selera bray, okey?

Jadi barusan aja, aku ikut semacam “kontes” nyanyi untuk yang kesekianratussekian haha. Kali ini, kontesnya di mini mall deket rumahku. Tahun lalu aku ikut, dapet juara dua. Tahun ini ikut lagi, tapi cuma sampai final aja, okey that’s means nothing, alias enggak papa hehe. 

Dari lomba satu ke lomba yang lain, aku belajar. Kenapa aku harus ikut? Kenapa aku harus latihan? Kenapa aku harus nyanyi bagus? Kenapa aku belum bisa dapet 1st place?

Satu. Kenapa aku harus ikut?. Sebenernya, biang kerok semua ini adalah Ayahku (almarhum). Dia yang memulai semuanya, iya, semuanya. Dia terobsesi banget bikin anaknya jadi penyanyi. Waktu kecil dulu, pas masih ada Ayah, Ayah sering banget daftarin aku lomba nyanyi. Dari yang aku belum sekolah TK sampai SD kelas 3 (karena setelah itu Ayah meninggal). Nggak semuanya menang sih, cuma beberapa dan gak 1st place, tapi semangatnya Ayah daftarin aku lomba itu loh, yang bikin aku salut. Dan FYI, kalau aku mau tampil tapi nggak ada Ayah, aku nggak mau tampil. Jadi bisa dibilang, Ayah itu bateraiku. Kalau ada Ayah, aku mau nyanyi. Kalau enggak ada, aku nggak mau nyanyi meskipun dibujukrayu apapun. Jadi dulu, aku ikut lomba nyanyi, karena dipaksa Ayah. Dan aku sayang Ayah, jadi ya aku mau aja. Nah pas udah besar gini, ikut lomba alasannya udah macem macem. Dari yang ngisi waktu luang, sampai promosi lagu sendiri (kalau yang ini jangan ditiru hehe). Dan sekarang, ya, semuanya harus sendiri, nggak akan ada Ayah yang datengnya telat, terus tiba tiba nongol semenit sebelum tampilku, nyemangatin aku yang nge-down, iya, udah nggak ada :’)

Dua. Kenapa aku harus latihan? Siapapun dan apapun kompetisinya, pasti semua butuh latihan. Bukan karena apa, tapi latihan itu emang penting. Seenggaknya biar kita nggak malu maluin diri sendiri. Ada kalimat temenku yang masih aku ingat sampai sekarang, “Berlatihlah seakan akan kamu sedang tampil. Tampilah seakan akan kamu sedang berlatih”. Buat aku, kalimat itu seperti mantra, dan, mujarab.

Tiga. Kenapa aku harus nyanyi bagus? Well, this is competition. Semuanya dituntut sempurna, mungkin. Nyanyi bagus menurutku ada dua. Nyanyi dengan teknik sejagadraya dan nyanyi ‘pokoknya kedengeran enak’ (mengabaikan tehnik). Menurutmu bagaimana? Gini deh, aku kasih contoh, Vidi sama Afgan(pas awal awal). Vidi dengan tehnik sejagadraya, Afgan ‘kedengarannya enak aja’. Untuk yang ini, aku lebih suka Afgan. Nah, yang model kayak Vidi itu biasanya memang, suaranya disekolahin juga. Sedangkan yang tipe Afgan, suaranya alami, (belum banyak diolah). Iya, aku alirannya Afgan. Karena suaraku masih alami (belum banyak olahannya kayak Vidi..) dan nggak ikut disekolahin. Nyanyi bagus itu wajib, iya. Ini kompetisi.

Empat. Kenapa aku belum bisa dapet 1st place? Selama ini aku selalu menanamkan pada diriku, “Bahwa jika belum jadi yang nomer satu, berarti memang kamunya yang belum layak.” Okey, aku belum layak, bahkan mungkin jauh, masi jauh, jauh sekali. Setiap lomba yang aku ikuti, aku anggap sebagai kesempatan buat belajar dan mencoba, mengukur kemampuanku. Seberapa aku, seberapa keberanianku, seberapa rasaku ingin membuat orang lain merindukan suaraku. Pembelajaran yang kesekian, beberapa waktu lalu, aku ikut kompetisi nyanyi di grand city. Aku tau infonya dari twitter, tanpa mikir panjang, aku langsung daftar. Aku dateng, dan saat itu aku nyanyi lagu “Hari Baikmu”. Memang ikut lomba yang event ini, niatku promosi lagu hehe. Eventnya besar, ditengah kota. Strategis banget kan buat promosi? Tapi sekali lagi, dimohon ini jangan ditiru. Kata sahabat baikku, “Belum punya label udah nyanyiin dimana mana, kalau ada yang jiplak, jangan salahkan yang jiplak.” Okey, aku salah. Dan aku memang nggak menang pada saat itu. Well, 95% peserta lomba itu nyanyinya acrobat. Punya jurusnya sendiri sendiri. Nah aku, nyanyinya Hari Baikmu. Kalau di acrobatin ya nggak cocok, cukup nyanyi dari hati aja, lagunya udah ngena’ kok. Jadi ya, aku nggak kaget juga kalau belum menang. Kan memang tujuannya promosi lagu, (walaupun salah). Jadi sebelum nyanyi, pas nyanyi, setelah nyanyi, ya nggak ada beban. Itu laguku, mau aku nyanyiin kayak gimana juga terserah, toh orang orang juga belum tau.  Dan ada rasa kebanggan tersendiri, ketika telinga telinga itu seksama mendengarnya. Gitu aja aku udah seneng, simple. Nah yang baru banget ini, ada kompetisi di mini mall deket rumahku, aku nyoba treatment yang lain. Itung itung buat test drive. Pertama, aku nggak nyanyi lagu Hari Baikmu. Kedua, aku nyanyinya belajar acrobat. Ketiga, dan karena suara acrobatku (mungkin) aku lanjut ke final. Keempat, pas final aku balik nyanyi berusaha kembali pake gayaku sendiri, aku nggak masuk nominasi juara. Well okey. Miris kan?

Jujur, pas itu aku sempet nertawain diri sendiri. Oh God, apa ini lucu? Aku menjadi ‘seperti orang lain’ responnya begitu. Dan saat aku menjadi ‘diriku sendiri’ responnya begitu. Dari situ aku ngambil kesimpulan. Jadi memang hidup ini penuh pilihan (hehe serius amat) 

Satu, jadi penyanyi festival(penuh tehnik). Dua, jadi penyanyi indie(penuh kreasimu sendiri).
Kalau kamu pengen menang di kompetisi atau festival nyanyi, tampilah selayaknya mereka. Kalau kamu jadi dirimu sendiri, ya kamu tidak bisa menjadi salah satu dari bagiannya, apalagi juaranya. Sebaliknya, kalau kamu pengen bernyanyi mewakili dirimu, bernyanyilah sesuka hati, dengan riang, seakan dunia ini punyamu. Kamu bebas, terserah mau membagaimanakan karyamu. Dari sini udah jelas?
Dialog Ibu yang masih aku ingat, dan akan terus ku ingat. (sesaat setelah aku perform)


“Bu, aku tadi nyanyinya bagus?”

“Pas, sama musiknya?”

“Jadi, bagus apa enggak Bu?”

“Ya itu tergantung selera jurinya..”



Yaps, Ibu bener. Namanya juga kompetisi. Semuanya tergantung sama juri. Pesan dariku, kalau mau menang, pelajari dulu jurinya, seleranya bagaimana, kalau sudah tau, belajarlah menjadi seleranya, nanti pasti menang. Dan buat kamu yang idealis, nggak mau jadi ‘seperti yang lain’  ya jangan ikut kompetisi. Nah alurnya memang begitu.

So keep stay.
Tetep semangArt kalau orang seni bilang. Tetep latihan, perbanyak perpustakaan musik. Mau pilih yang mana, terserah kamu. Terus belajar, dan jangan berhenti mencoba. Dari sana, pasti kamu akan menemui jalannya jika memang sudah kalanya, semua pasti indah kok.



“Jadi Dhan, are you singer?”
“Aku hanya tidak ingin mengecewakan Ayah, dan orang orang sekelilingku yg mempercayaiku bahwa aku bisa. Jika hari ini aku masih jauh dari titik itu, aku akan belajar, untuk mereka. Mereka yang selalu menjaga mimpi mimpi kecilku, menguatkanku, menghidupkanku.

“So, Dhan, are you singer?”
“Still in progress”